Kamis 30 Jan 2020 07:27 WIB

Begini Strategi Pemenuhan Kebutuhan Listrik untuk 52 Smelter

Kebutuhan listrik untuk 52 smelter hingga 2024 mencapai 4.798 Mega Watt.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolanda
Petugas menaiki alat transportasi tradisional Lori atau kereta kecil di Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Lamajan Indonesia Power, Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (29/11). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut kebutuhan pembangunan 52 smelter hingga 2022 mencapai 4,7 gigawatt.
Foto: Antara/Novrian Arbi
Petugas menaiki alat transportasi tradisional Lori atau kereta kecil di Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Lamajan Indonesia Power, Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (29/11). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut kebutuhan pembangunan 52 smelter hingga 2022 mencapai 4,7 gigawatt.

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyiapkan sejumlah strategi untuk menyediakan pasokan listrik guna memenuhi kebutuhan industri pengolahan dan pemurnian (smelter) di tahun 2022. Dengan begitu, diharapkan industri smelter di Indonesia semakin kompetitif.

"Kita harus bisa memenuhi kebutuhan listrik untuk industri smelter pada tahun 2024 sebesar 4.798 Mega Watt," urai Menteri ESDM Arifin Tasrif, Rabu (29/1).

Baca Juga

Arifin menyatakan konsistensi pemerintah dalam membangun nilai tambah mineral melalui pembangunan industri smelter dalam negeri. Dibuktikan, dalam jangka waktu lima tahun, terdapat 52 industri smelter yang akan terbangun. smelter itu yakni 4 smelter tembaga, besi, timbal dan seng, 29 smelter nikel, 9 smelter bauksit dan 2 smelter mangan.

Dari 52 industri smelter yang terbangun, proyeksi kebutuhan listrik sebesar 4.798 MW tersebar di beberapa wilayah. Wilayah itu antara lain Bengkulu (5 MW), Banten (68,5 MW), Jawa Barat (39 MW), Jawa Timur (821,9 MW), Nusa Tenggara Barat (300 MW), Nusa Tenggara Timur (20 MW), Kepulauan Riau (45 MW), Kalimantan Barat (499 MW), Kalimantan Selatan (10 MW), Sulawesi Tengah (959 MW), Sulawesi Tenggara (1.053 MW), Maluku dan Maluku Utara (941 MW).

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Kementerian ESDM memiliki tiga kebijakan strategis. Ketiga langkah itu, yakni pemenuhan listrik oleh Perusahaan Listrik Negara, pemenuhan listrik oleh pengembang smelter serta kolaborasi antara pengembang smelter dengan non-PLN.

Arifin sendiri memiliki target memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas melalui peningkatan konsumsi listrik per kapita. "Ini program prioritas nasional pertama dari Kementerian ESDM," ungkap Arifin.

Arifin mengakui, konsumsi listrik per kapita di Indonesia yang masih jauh tertinggal dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara (ASEAN). Untuk itu, pemerintah menargetkan pada 2024 konsumsi listrik per kapita Indonesia akan menjadi 1.408 kilowatt hour (kWh).

"Peningkatan konsumsi listrik (menjadi) 1.408 per kWh per kapita dibandingkan negara-negara ASEAN yang dikatakan maju, kita agak tertinggal. Untuk itu, perlu dilakukan program-program keseimbangan listrik daerah daerah jauh, timur khususnya," jelasnya.

Berdasarkan data yang ada, capaian konsumsi listrik pada 2019 baru mencapai 1.084 kWh per kapita dari target 1.200 kWh per kapita. Sementara itu, target konsumsi listrik pada 2020 sebesar 1.142 kWh per kapita.

Target itu terus mengalami peningkatan menjadi 1.203 kWh per kapita pada 2021, 1.208 kWh per kapita pada 2022, 1.268 kWh per kapita pada 2022, 1.336 kWh per kapita pada 2023, dan akhirnya menjadi 1.408 kWh per kapita pada 2024.

Target rasio elektrifikasi pada 2024 adalah sebesar 100 persen. Kapasitas pembangkit juga terus bertambah hingga 5,7 gigawatt (GW) pada 2024.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement