Warta Ekonomi.co.id, Jakarta
Pengusaha teknologi Sunny Israni baru-baru ini melakukan wawancana selama 100 jam untuk mengetahui apa yang membedakan kaum milenial yang pandai dengan keuangan mereka dan yang tidak.
Israni melakukan wawancara ini untuk mendalami bisnis barunya, aplikasi keuangan pribadi bernama Clasp. Adapun hal yang dibahas dengan para milenial di seluruh AS ini adalah tentang kebiasaan uang, sikap, dan tujuan mereka untuk mencari tahu keputusan terkait keuangan yang dibuat para milenial.
Baca Juga: Ketje, Talenta Hadirkan Fitur Canggih untuk Hadapi Karyawan Milenial
“Saya ingin menargetkan dua kelompok yang berbeda: orang yang cenderung membuat keputusan yang sangat hebat di seputar keuangan mereka, dan orang yang mungkin tidak membuat keputusan terbaik,” katanya dilansir dari Business Insider di Jakarta, Senin (24/2/2020).
“Saya ingin mencoba memahami,‘ faktor-faktor besar apa yang mendorong kualitas keputusan keuangan kami? Apakah ini penghasilan? Apakah ini lokasi geografis? '” lanjutnya.
Dia menemukan bahwa apa yang membuat millenial baik dalam hal keuangan bukanlah salah satu dari faktor-faktor itu. Sebaliknya, itu adalah mindset mereka tentang uang. Dalam penelitiannya, Israni menemukan bahwa ada tiga rintangan psikologis utama yang cenderung menjaga generasi milenium untuk menjadi baik dengan uang:
1. Mereka tidak tahu apa arti uang bagi mereka
Israni menemukan bahwa tidak ada yang berdampak lebih besar dari bagaimana mindset generasi milenial dalam mengelola uang mereka.
“Saya memikirkan seperti identitas mereka. Ketika saya berbicara dengan banyak peserta, saya merasa bahwa ketika orang menggambarkan keuangan mereka, mereka seakan-akan menggambarkan siapa mereka, "kata Israni.
Generasi Millenial yang pandai menggunakan uang cenderung memiliki visi yang jelas tentang apa yang mereka inginkan, dan mengetahui tujuan keuangan mereka.
2. Mereka tidak membatasi pengeluaran sosial
Selain itu, Israni juga memperhatikan kebiasaan buruk yang menghambat generasi milenial yaitu menghabiskan terlalu banyak untuk tunutan sosial. Dia juga memperhatikan bahwa kaum milenial yang pandai dengan uang tahu di mana harus menentukan batas pengeluaran sosial mereka.
"Saya mendapat kesan dari semua orang bahwa harga yang Anda bayar untuk melakukan kegiatan sosial hampir tidak pernah benar-benar berkorelasi dengan kegembiraan dan kebahagiaan dan kenangan yang muncul dari itu." katanya.
Sementara itu, yang lain terus menghabiskan, tidak jujur ??dan tidak realistis dengan teman-teman mereka soal yang mereka mampu.
Israni menjelaskan bahwa menghabiskan uang untuk pengeluaran sosial bukanlah jawabannya. Sebaliknya, Anda harus tahu di mana letak batas Anda. "Miliki daftar hal-hal yang harus dilakukan yang tidak perlu merusak bank," kata Israni. "Persahabatanmu dengan seseorang seharusnya tidak mahal."
3. Mereka memiliki mentalitas 'menyerah' dan berhenti berusaha
Israni menemukan bahwa kaum milenial yang secara finansial tertinggal tidak merasa ada yang bisa berubah. Dia menemukan bahwa pada akhirnya, mereka berhenti berusaha. Menurutnya, itu semua kembali ke pola pikir.
“Mereka hanya merasa seolah-olah mereka tidak bisa bangkit,” kata Israni.
"Jika pola pikir mereka tidak benar, mereka tidak akan bisa menggunakan penganggaran apa pun, apakah itu spreadsheet atau aplikasi luar biasa atau bahkan hanya melihat di rekening bank," katanya.
Milenial yang pandai dengan mengatur keuangannya, akan dia temukan dan ajak untuk memperbaiki keadaan mereka, dan jangan biarkan hal buruk menghalangi financial goals mereka.