EKBIS.CO, JAKARTA -- Direktorat Jendral Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan telah menerbitkan instrumen sukuk ritel pertama di dunia yang menggunakan konsep green, yaitu Sukuk Tabungan ST006 pada November 2019. Penerbitan green sukuk ritel merupakan strategi pemerintah dalam melakukan diversifikasi underlying asset dan basis investor.
Penerbitan green sukuk juga bertujuan membantu pemerintah mewujudkan komitmen untuk menurunkan emisi karbon 2030 sebesar 29 persen dengan busniness as usual atau sebesar 41 persen dengan bantuan luar negeri atau pihak lain.
Menurut Pengamat Keuangan Syariah Keluarga Murniati Mukhlisin penerbitan green sukuk bertujuan menjaga lingkungan yang menjadi prioritas. Hal ini sejalan dengan tujuan Maqasid Syariah yaitu Hifdzul bi’ah (menjaga lingkungan).
“Sangat sesuai dengan tujuan SDGs No 13 yaitu Climate Action.
Misalnya dana yang dikelola akan diberikan kepada program perbaikan lingkungan yang sudah tercemar, kerusakan hutan, pengendalian banjir, perbaikan drainase, pengurangan pemakaian emisi karbon,” ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (2/3).
Menurutnya saat ini proyek Green Sukuk dipegang oleh beberapa kementerian dengan anggaran yang sudah ditentukan. Imbalan sewa (ijarah) cukup aman untuk investor.
“Jika makin banyak investor yang melebur, return di pasar sekunder bisa jadi dapat bersaing. Jadi kita ramaikan saja peminatnya,” ucap Founder Sakinah Finance ini.
Murniati menyebut adanya green sukuk dapat menjadi wawasan tambahan bagi investor yang tujuannya ingin berinvestasi khususnya memenuhi maqasid syariah (tujuan syariah).
“Mind set investor pasti maunya untung dan itu tidak salah. Namun sebagai investor yang berwawasan syariah hendaknya memenuhi maqasid syariah, sehingga bisa dipertanggung jawabkan hingga hari kiamat nanti selain tujuan komersil ada tujuan sosialnya,” jelasnya.
Rektor Tazkia ini mengatakan para investor harus juga memperhatikan instrumen fixed income syariah yang ditawarkan dalam skema Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Hal ini perlu dilakukan agar semata-mata investasi bukan hanya aman tapi memiliki tujuan membantu negara dalam pembangunan infrastruktur.
“Kita kembali ke hukum investasi: high risk high return, low risk low return. Bagi pemerintah, hal ini mendorong kecintaan rakyat Indonesia kepada negaranya karena investasinya digunakan untuk pembangunan yang akan dinikmati oleh rakyat itu sendiri,” jelasnya.
Sepanjang tahun, Kementerian Keuangan berencana menerbitkan tiga instrumen surat berharga syariah, yakni satu sukuk ritel (SR) dan dua ST. Jumlah ini hampir dua kali lipat dibandingkan tahun lalu, di mana penerbitan sukuk ritel satu kali dan sukuk tabungan hingga empat kali.
Kebijakan ini dilakukan untuk menghindari kejenuhan investor terhadap instrumen investasi berbasis syariah yang ditawarkan pemerintah. Penurunan jumlah lelang dilakukan berdasarkan evaluasi pada tahun lalu.