EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) mengaku selama wabah covid-19 menyebabkan konsumsi BBM menurun. Jika berlangsung lama, hal ini berpotensi akan menggerus pendapatan perusahaan.
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati menjelaskan, karena penjualan hingga Maret 2020 turun tajam, pendapatan perusahaan pun akan ikut amblas. Dia memprediksi pendapatan perusahaan di akhir tahun ini bisa turun hingga 45 persen dari Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) 2020 sebesar 58,3 miliar dolar AS.
Ia melanjutkan, saat ini penjualan BBM Pertamina turun sangat dalam hingga 34,6 persen secara nasional sepanjang Maret 2020 serta lebih rendah dibandingkan rata-rata penjualan Januari dan Februari. Angka ini merupakan penurunan penjualan paling rendah dalam sejarah Pertamina.
"Ini situasi yang belum pernah terjadi. Jadi kalau dilihat adalah sales terendah sepanjang sejarah Pertamina," kata Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI secara online, Kamis (16/4).
Nicke menjelaskan, penurunan penjualan terjadi di terutama di kota-kota besar. Rinciannya, penurunan penjualan DKI Jakarta 59 persen, Bandung turun 57 persen, Makassar turun 53 persen, dan kota-kota lain di turun lebih dari 40 persen.
Pada Januari dan Februari, kata Nicke, penurunan penjualan BBM masih di level 16,78 persen. Akan tetapi, sejak pemerintah meminta para karyawan bekerja dari rumah atau work from home (WFH) dan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), penurunan penjualan BBB terjadu sangat tajam seperti yang terjadi pada bulan lalu.
Tak hanya BBM yang dijual di SPBU, penurunan juga terjadi pada konsumsi avtur yang turun hingga 60 persen karena industri penerbangan banyak yang tak jalan. Pun dengan penjualan BBM untuk industri dan korporat karena banyak yang sudah tak beroperasi.
"Tentu saja ini akan berdampak besar dengan operasional kilang dan keuangan Pertamina, " kata dia.
Nicke menjelaskan, ada dua skenario yang dibuat perusahaan sesuai arahan pemerintah. Pertama, skenario berat dengan asumsi harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) 38 dolar AS per barel, pendapatan perusahaan bisa turun 38 persen dari RKAP 2020.
Sedangkan pada skenario sangat berat, ICP diasumsikan turun ke 31 dolar AS per barel dan nilai tukar rupiah Rp 20 ribu per dolar AS. Dari skenario kedua itu, pendapatan perusahan diprediksi turun hingga 45 persen.
"Untuk skenario sangat berat, penurunannya 45 persen dibandingkan RKAP karena penurunan ICP sangat berdampak dengan bisnis hulu pertamina, jadi luar biasa di atas 40 persen," ungkap Nicke.