EKBIS.CO, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama yang hanya 2,97 persen mengalami laju perlambatan terendah selama 19 tahun terakhir. Krisis kesehatan akibat pandemi virus corona baru (Covid-19) yang menghambat aktivitas ekonomi dan dunia usaha menjadi faktor utamanya.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, situasi perlambatan juga terjadi di banyak negara akibat pandemi. "Kalau kita lihat, ini terendah sejak kuartal satu tahun 2001," ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (5/5).
Tapi, Suhariyanto menekankan, situasi tahun ini tidak dapat dibandingkan begitu saja dengan tahun-tahun sebelumnya. Sebab, situasi yang dihadapi saat ini sangat berbeda. Pandemi Covid-19 yang belum diketahui kapan selesai menyebabkan situasi ekonomi dan sosial dunia diliputi ketidakpastian.
Suhariyanto mengatakan, pemerintah berupaya menangkal dampak negatif dari pandemi Covid-19, terutama ke kesehatan dan ekonomi. "Sudah banyak upaya dilakukan, tapi kita semua tidak bisa prediksi sampai kapan Covid-19 berlalu," tuturnya.
Selama kuartal pertama ini, Suhariyanto menjelaskan, banyak peristiwa terjadi. Di antaranya, ekonomi beberapa mitra dagang utama Indonesia pada kuartal pertama banyak mengalami perlambatan dan bahkan, kontraksi.
Hal ini dikarenakan kebijakan lockdown dan pembatasan aktivitas untuk mengendalikan Covid-19. Sebut saja China yang menjadi tujuan utama ekspor Indonesia, mengalami kontrkasi 6,8 persen.
Di sisi lain, Amerika Serikat yang menjadi pasar ekspor terbesar kedua bagi Indonesia pun mengalami tumbuh negatif 0,3 persen, dari sebelumnya 2,7 persen pada kuartal pertama 2019. Situasi ini terutama berdampak pada kinerja ekspor dan impor yang menjadi komponen Produk Domestik Bruto (PDB).
Realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama jauh di bawah prediksi pemerintah. Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksikan, ekonomi Indonesia mampu tumbuh 4,5 hingga 4,6 persen pada kuartal pertama.
Meski di bawah lima persen, angka itu masih dinilai sebagai gambaran positif mengingat perlambatan lebih dalam diproyeksikan terjadi pada kuartal-kuartal berikutnya.
Sri menjelaskan, data pada Januari dan Februari cukup menunjukkan adanya momentum pemulihan ekonomi setelah mengalami tekanan akibat dampak perang dagang sepanjang 2019. "Konsumsi, investasi dan ekspor masih menunjukkan kegiatan positif, pada Januari, Februari dan minggu pertama Maret," tuturnya dalam konferensi pers APBN Maret 2020 melalui teleconference, Jumat (17/4).
Sri memprediksi, tren perubahan tersebut baru akan terlihat sejak data April. Sebab, kebijakan pembatasan sosial seperti Working From Home (WFH) dan restriksi mobilisasi manusia baru diberlakukan secara ketat pada awal April.