EKBIS.CO, JAKARTA -- Salah satu kekayaan ternak lokal Indonesia adalah Sapi Pasundan yang telah dipelihara secara turun-temurun dan telah menyatu dengan kehidupan masyarakat peternak Jawa Barat selama ratusan tahun, serta telah dijadikan sebagai sumber penghidupan masyarakat. Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita di Jakarta, Kamis (14/5).
Ketut mengatakan, sesuai arahan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo untuk terus memperkuat ketahanan pangan nasional berbasis sumberdaya lokal, maka Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) terus melakukan pengembangan ternak asli Indonesia untuk mempertahankan sumber daya genetik ternak lokal, sekaligus sebagai salah satu solusi pemenuhan kebutuhan pangan nasional yaitu daging sapi.
“Kita akan terus dorong dan fokus dalam pengembangan sumber daya ternak lokal sebagai upaya penyelamatan plasma nutfah asli Indonesia,” ungkap Ketut.
Menurutnya, dalam rangka memberikan perlindungan hukum dan menjamin kelestarian serta pemanfaatan secara berkelanjutan, Pemerintah telah menetapkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 1051/Kpts/SR.120/10/2014 tanggal 13 Oktober 2014 tentang Penetapan Rumpun Sapi Pasundan.
"Pengembangan Sapi Pasundan sebagai upaya pemenuhan daging nasional merupakan langkah yang tepat di saat negeri ini masih mengalami kekurangan daging sapi, mengingat keunggulan komparatifnya dibanding sapi lain yang sudah lama hidup di lingkungan tropis," tambah Ketut.
Lebih lanjut Ketut menerangkan bahwa sebagai bentuk dukungan teknologi dalam menjaga melestarikan plasma nutfah asli Indonesia, Kementan memiliki Balai Embrio Ternak (BET) Cipelang dan Balai Inseminasi Buatan (BUB) Lembang sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) dibawah Ditjen PKH yang memiliki tugas dan fungsi untuk penyelamatan plasma nutfah dengan memproduksi embrio dan semen beku untuk mendapatkan ternak sapi yang berkualitas.
"Selain Sapi Pasundan, saat ini donor sapi lokal (plasma nutfah) yang sudah ada di BET Cipelang termasuk Sapi Aceh, Sapi Bali, Sapi Madura dan Sapi Ongole,” tutur Ketut.
Sementara itu, Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak, Ditjen PKH, Sugiono menjelaskan berbagai keunggulan sapi pasudan, yakni selain adaptif dengan kondisi agroekosistem di Provinsi Jawa Barat, Sapi ini juga memiliki sistem reproduksi yang baik, dengan rentang beranak yang relatif stabil dan selalu menghasilkan ternak yang mempunyai nilai kondisi tubuh di atas tiga pada skala lima.
Sapi Pasundan tambahnya, lebih mudah beradaptasi terhadap perubahan cuaca. Hal ini memberikan dampak positif terhadap sistem kesehatannya, karena dengan lebih mudah beradaptasi, Sapi Pasundan tidak mudah stres. Selain itu, Sugiono menilai Sapi Pasundan mempunyai prosentasi karkas yang cukup baik, pada kisaran 50 persen dengan berat bisa sampai 300-350 kilogram (kg).
“Sapi Pasundan mempunyai potensi untuk menghasilkan daging dengan kualitas premium,” ungkap Sugiono.
Di tempat terpisah, Kepala Bidang Produksi Peternakan, Dinas ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jawa Barat, Aida Rosana mengungkapkan upaya pemerintah daerah untuk menggenjot populasi Sapi Pasundan adalah dengan memproduksi semen bekunya di UPT Daerah Balai Perbibitan dan Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak Sapi Potong (BPPIBTSP), Ciamis.
Senada dengan Aida, Kepala UPT Daerah BPPIBTSP Ciamis, Asep Ali Fuad H juga menceritakan upaya pemda dalam menggenjot populasi sapi pasundan di Jabar, salah satunya adalah dengan menggandeng kelompok binaan di 12 kabupaten untuk melestarikan dan memuliakan plasma nutfah sapi Pasundan di Jawa Barat.
“Sapi Pasundan merupakan plasma nutfah Jawa Barat yang harus di lestarikan, dimuliakan dan dikembangkan di masyarakat. Ke depan Sapi Pasundan diharapkan berkontribusi dalam pemenuhan daging di Jawa Barat,” pungkasnya.