Sampai dengan Kamis 28 Mei 2020, di Jerman tercatat ada sekitar 180 ribu orang yang positif terjangkit Covid-19. Dari jumlah tersebut, 164 ribu atau 82% sudah dinyatakan sembuh. Jumlah yang meninggal: 8450 orang atau 4% dari semua yang terinfeksi.
Angka 4% ini terendah di Eropa. Sebagai perbandingan, angka fatalitas di Belgia 16%, Perancis 14%, Itali 13% dan Spanyol 10%. Keberhasilan Jerman tersebut, antara lain juga berkat tekad Pemerintah Jerman melakukan tes secara masif pada warganya. Total sudah 4 juta tes yang dilakukan. Ini merupakan tes terbanyak ke-3 di dunia yang dilakukan setelah Amerika dan Rusia.
Bagaimana Jerman boleh dikatakan dapat berhasil menaklukkan Covid-19? Bagaimana pula langkah-langkah Jerman dalam mengatasi dampak Covid pada ekonomi? Berikut ini penuturan runtut Arief Havas Oegroseno, Duta Besar Indonesia di Jerman, yang mulai bertugas secara resmi dengan memberikan surat kepercayaan kepada Presiden Republik Federal Jerman pada Mei 2018. Arief memaparkan pengalaman Jerman pada video conference hari secara live dari Jerman, yang disiarkan pada 30 Mei 2020 dari kantor BNPB, kantor Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Kasus pertama Covid-19 di Jerman tercatat pada 27 Januari 2020. Seorang warga terinfeksi dari seorang warga negara Tionkok yang datang ke Jerman. Pada saat ditemukan kasus pertama kali tersebut, pada hari itu juga, Pemerintah Jerman langsung membentuk Tim Krisis.
Pada 24 Februari, dana untuk penelitian vaksin Covid mulai digalang oleh pemerintah Jerman. Dan karena yang terinfeksi virus jumlahnya semakin meningkat, maka pada 13 Meret Pemerintah mengambil keputusan melakukan lockdown.
Memang, tidak semua kehidupan ekonomi ditutup. Ada beberapa aspek kehidupan sosial yang masih boleh dibuka. Antara lain: toko makanan, grocery store, super market, restoran hanya boleh take away, rumah sakit, klinik, praktek doker, dan apotik. Bisnis logistik juga tetap jalan. Begitu pula bidang jasa seperti penjualan BBM dan konstruksi bangunan tetap berjalan.
Selain itu, Pemerintah juga menyadari bahwa tidak setiap orang memiliki halaman di rumahnya. Karena itu masyarakat yang ingin berolah raga tetap bisa melakukannya. Seperti bersepeda atau jogging di lapangan-lapanganyang sudah ditentukan.
Dua minggu setelah lockdown, warga Jerman yang terkena virus sudah mencapai 100 ribu orang. Namun pada 28 April, kira-kira satu setengah bulan setelah lockdown, angkanya sudah turun mencapai 50 orang per 100 ribu atau tinggal sekitar separonya.
Karena ada kemajuan yang signifikan, pada 16 Mei Bundesliga atau liga sepakbola di Jerman, yang merupakan bagian dari liga sepak bola Eropa, sudah mulai bolewh berjalan. Tentu saja ini dengan protocol Kesehatan yang ketat.
Kita dapat menghitung, sejak lockdown pertama sampai sampai Bundes Liga bermain, itu lamanya sekitar dua bulan. Dari jumlah infeksi yang sangat tinggi, 100 ribu, hanya menjadi menjadi 50 per 100 ribu atau hanya tinggal separonya.
Fakta ini prestasi yang mendapatkan pandangan positif dari berbagai pihak di masyarakat internasional.
Lalu apa saja factor yang mendorong keberhasil Jerman?
Pertama, adanya infrastruktur kesehatan yang sangat bagus. Di Jerman ada 2000 rumah sakit. Tahun lalu memang ada debat yang mengkritik adanya jumlah rumah sakit yang terlalu banyak di Jerman. Tapi sekarang terlihat jumlah rumah sakit yang banyak itu sangat membantu dalam masa pandemi. Data lainnya: Jerman memiliki 28 ribu tempat tidur ICU dan 35 ribu ventilator.Ini angka yang sangat tinggi dibandingkan dengan negara-negera di Eropa di sekitar Jerman. Untuk pengetahuan kita bersama, cikal bakal ventilator ditemukan di Jerman pada 1907.
Sekarang ini Jerman membantu pasien negara-negara tetangga. Antara lain Italia dan Perancis.
Jerman juga memiliki kebijakan yang cepat tentang vaksin. Dana riset untuk vaksin sudah terkumpul mencapai 3,5 miliar Euro. Dan pada 23 April lalu, berkaitan dengan vaksin tersebut, clinical trial test terhadap manusia sudah dilakukan pada 200 subjek. Dan awal Juni ini diharapkan sudah ada pengumuman dari perusahaan-perusahaan di Jerman yang terlibat dalam pembuatan vaksin virus ini.
Faktor lain yang juga penting yang juga menjadi perdebatan di banyak negara termasuk Indonesia adalah: bagaimana kita melakukan penyeimbangan antara kepentingan kesehatan dan ekonomi.
Kebijakan yang dilakukan di Jerman untuk ekonomi cukup masif. Jerman menyiapkan dana stabilisasi sebesar 600 miliar Euro atau sekitar Rp 9.780 triliun (kurs Rp 16.300). Bantuan untuk UKM 165 miliar Euro (Rp 2.689,5 triliun). Bahkan beberapa bank, atas kebijakan Pemerintah, memberikan modal kerja sampai 1 miliar Euro bagi perusahaan, dengan pengembalian 10 tahun. Hutang untuk startup juga sampai 1 miliar Euro dengan pengembalian 10 tahun.
Kesimpulan dari Langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah Jerman sebagai berikut:
“Demikian. Semoga kebijakan yang dilakukan pemerintah Jerman dapat dijadikan salah satu referensi,” ujar Arief mengakhiri penuturannya.
swa.co.id