EKBIS.CO, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, penerimaan bruto pajak pada seluruh sektor utama mengalami kontraksi pada bulan lalu. Dampaknya, penerimaan pajak juga harus tertekan dengan pertumbuhan negatif 32,07 persen secara bruto. Kondisi ekonomi dan pemberian insentif fiskal menjadi penyebabnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, kontraksi yang terjadi pada bulan lalu memburuk dibandingkan April maupun periode kuartal pertama. "Dinamika per bulan sudah menunjukkan, mengkonfirmasi, Mei adalah bulan di mana pukulan terberat dialami seluruh sektor,” tuturnya tuturnya dalam konferensi pers Kinerja APBN Kita, Selasa (16/6).
Pertambangan menjadi sektor yang menghadapi pertumbuhan negatif paling dalam dari sisi penerimaan pajak bulan lalu. Kontraksinya mencapai minus 42,95 persen dibandingkan tahun lalu.
Tekanan pada sektor ini sebenarnya sudah terjadi sejak kuartal pertama, ketika pertumbuhan penerimaan pajaknya tumbuh negatif 21,70 persen maupun April yang kontraksi 21,68 persen.
Pemburukan kinerja sektor pertambangan disebabkan permintaan global yang menurun akibat penurunan daya beli di banyak negara. Dampaknya, harga komoditas menurun hingga menekan penerimaan pajak.
Industri pengolahan yang menjadi penyumbang terbesar terhadap penerimaan pajak turut mengalami kontraksi. Pada bulan lalu, pertumbuhannya negatif 32,82 persen. Padahal, pada kuartal pertama dan April, penerimaan pajak sektor ini masih tumbuh masing-masing 3,71 persen dan 0,47 persen.
Situasi serupa juga terjadi pada perdagangan yang kontraksi 36,87 persen pada bulan lalu. Sebelumnya, pada kuartal pertama, penerimaan pajak sektor tersebut sempat tumbuh 1,29 persen yang kemudian mengalami tekanan hingga tumbuh negatif 12,46 persen pada April.
"Perdagangan pada April sudah kontraksi karena PSBB yang kemudian makin dalam pada Mei," kata Sri.
Jasa keuangan dan asuransi yang pada April masih mengalami pertumbuhan positif hingga double digit tidak luput dari tekanan. Data menunjukkan, penerimaan pajak sektor ini kontraksi 30,02 persen pada Mei.
Perlambatan kredit, peningkatan Non Performing Loan (NPL) serta pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang lebih besar dari pertumbuhan kredit menurunkan profitabilitas sektor jasa keuangan dan asuransi.
"Ini menggambarkan, betapa pelemahan ekonomi sudah across the board, seluruh sektor terkena dampak Covid-19," ucap mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut.
Semakin menurunnya pengguna transportasi dan pembangunan sarana penunjang menjadi penyebab utama sektor transportasi dan pergudangan juga mengalami kontraksi. Pada bulan lalu, penerimaan pajak sektor ini harus tumbuh negatif 27,73 persen.
Sri mengatakan, penerimaan per sektor usaha per bulan yang memburuk membuat pemerintah memprediksi ekonomi Indonesia akan menghadapi kontraksi pada kuartal kedua. "Kita prediksikan kita ada di -3,1 persen untuk pertumbuhan ekonomi," ujarnya.