EKBIS.CO, LONDON -- Bank sentral Inggris, Bank of England (BoE), diperkirakan kembali menambah perangkat perangnya untuk melawan krisis Covid-19. Pada Kamis (18/6), mereka mengumumkan penambahan anggaran dalam program pembelian obligasi, setidaknya 100 miliar pound atau sekitar 125,5 miliar dolar AS.
Bank sentral Inggris telah menghabiskan sebagian besar dari senjata terbarunya, 200 miliar pound, yang diberikan pada Maret. Seperti dilansir Reuters, Kamis, mereka menyerap banyak pinjaman pemerintah dalam mengantisipasi dampak Covid-19.
Saat ini, BoE menetapkan suku bunga utama sebesar 0,1 persen. Gubernur Andrew Bailey mengatakan, BoE akan mempertimbangkan untuk menurunkan suku bunga di bawah nol untuk pertama kalinya. Tapi, keputusan atas rencana tersebut membutuhkan waktu panjang.
Hal tersebut membuat pembelian obligasi sebagai opsi bank sentral yang paling kuat untuk membantu ekonomi Inggris membaik. Khususnya untuk kembali bangkit dari rekor kontraksi 25 persen pada Maret dan April.
Dengan membeli begitu banyak surat utang, yang hampir semuanya dikeluarkan oleh pemerintah, BoE menutup biaya pinjaman yang dibayarkan oleh dunia usaha dan konsumen, serta sektor publik. BoE juga mencoba mengarahkan inflasi kembali ke target dua persen. Pada bulan lalu, tingkat inflasi hanya berada pada level 0,5 persen.
Tidak hanya BoE, bank-bank sentral lain di seluruh dunia telah meningkatkan program pembelian obligasi mereka untuk memerangi krisis Covid-19. Tapi, BoE juga memiliki prospek guncangan lain terhadap ekonomi Inggris. Yakni, apabila London dan Brussels gagal mencapai kesepakatan perdagangan pasca-Brexit pada akhir 2020.
Anggaran 100 miliar pound diperkirakan akan memberikan amunisi cukup bagi BoE untuk terus membeli obligasi hingga Agustus. Pada kurun waktu tersebut, BoE harus memiliki lebih banyak gagasan mengenai seberapa cepat pemulihan ekonomi Inggris, sesuatu yang sangat tergantung pada seberapa cepat pemerintah mengangkat pembatasan aktivitas sosial dan ekonomi.
Perdana Menteri Boris Johnson kini sedang meninjau aturan jarak sosial dua meter di Inggris. Rencana ini dianggap banyak perusahaan, terutama di industri jasa besar Inggris, akan menjadi hambatan besar.