EKBIS.CO, PARIS -- Pengadilan administratif tertinggi Prancis mengajukan denda 50 juta euro (56 juta dolar AS) kepada Google. Perusahaan teknologi ini diminta membayar karena dituduh tidak cukup jelas dan transparan terhadap opsi perlindungan data pengguna Android.
Google pertama kali dikenakan denda pada Januari 2019. Hukuman pertama untuk raksasa teknologi AS. ini terjadi di bawah aturan privasi data baru Eropa yang mulai berlaku pada 2018.
Google lantas mengajukan banding atas penalti yang dikeluarkan pengawas privasi data Prancis terhadap Dewan Negara, selaku wasit terakhir Prancis dalam kasus tersebut.
Dewan kemudian memutuskan Komisi Perlindungan Data Nasional memiliki hak untuk sanksi Google pada Jumat (19/6). Dewan menilai denda yang diajukan masih setimpal, mengingat keseriusan perincian dan durasi kegagalan Google.
Dilansir di AP News, sebagai tanggapan, Google mengatakan akan melihat dan membuat perubahan.
Berlaku sejak Mei 2018, Peraturan Perlindungan Data Umum Uni Eropa (GDPR), bertujuan untuk memperjelas hak individu atas data pribadi yang dikumpulkan oleh perusahaan. Adanya aturan ini mengharuskan perusahaan menggunakan bahasa sederhana untuk menjelaskan apa yang mereka lakukan dengan data konsumen.
Dalam memberikan sanksi kepada Google, pengawas data Perancis mengatakan jika pengguna Google tidak mendapat cukup informasi tentang apa yang mereka setujui ketika perusahaan mengumpulkan data untuk iklan yang ditargetkan.
Perihal ini memberatkan Google karena membuat pengguna mengambil terlalu banyak langkah. Bahkan disebut terkadang pengguna membutuhkan proses hingga lima atau enam tindakan, untuk mencari tahu bagaimana dan mengapa data mereka digunakan.
Langkah ini dilakukan karena pengguna merasa informasi mengenai deskripsi mengapa data pengguna diproses terlalu umum dan tidak jelas. Dengan penjelasan ini, Dewan Negara menyetujui dan menyalahkan Google karena metode pengumpulan data yang dimiliki sangat mengganggu.
"Perusahaan itu (Google) belum memberikan informasi yang cukup jelas dan transparan kepada pengguna sistem operasi Android dan tidak memungkinkan mereka memberikan persetujuan bebas dan informasi untuk pemrosesan data pribadi mereka untuk tujuan personalisasi iklan," ujar Dewan Negara dikutip di AP News, Ahad (21/6).
Google mengatakan mereka telah berinvestasi dalam alat-alat industri terkemuka untuk membantu para penggunanya memahami dan mengendalikan bagaimana data mereka akan digunakan.
"Kasus ini bukan tentang apakah persetujuan diperlukan untuk iklan yang dipersonalisasi, tetapi tentang bagaimana tepatnya data harus diperoleh. Sehubungan dengan keputusan ini, kami sekarang akan meninjau perubahan apa yang perlu kami buat," ujar perusahaan tersebut.