EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan setidaknya dibutuhkan belanja pemerintah sebesar Rp 800 triliun per kuartal untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi pada semester kedua. Belanja terutama difokuskan untuk mendorong laju konsumsi rumah tangga yang berkontribusi hingga 57 persen terhadap struktur Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Airlangga menjelaskan, pengeluaran tersebut harus diiringi dengan peningkatan penyerapan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). "Kita butuhkan, per kuartal itu ada minimal Rp 800 triliun untuk yang dibelanjakan," katanya dalam konferensi pers virtual, Rabu (5/8).
Melalui peningkatan belanja yang difokuskan terhadap bantuan sosial dalam bentuk cash transfer, Airlangga berharap, daya beli masyarakat terungkit. Khususnya dalam menghadapi kontraksi konsumsi masyarakat pada kuartal kedua yang mencapai 5,51 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Tidak hanya konsumsi, Airlangga menambahkan, belanja pemerintah juga diarahkan untuk mendukung dunia usaha, dari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) hingga korporasi besar. Dorongan ditekankan agar ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga dapat membaik setelah mengalami penyusutan 5,32 persen pada periode April sampai Juni ini. "Tren itu yang dikejar pemerintah," ucapnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, pemerintah akan melakukan kebijakan yang agresif pada semester kedua melalui penyerapan sisa anggaran belanja sebesar Rp 1.457 triliun. Total anggaran tersebut ditujukan untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi, terutama setelah menghadapi tekanan pada kuartal kedua.
Dari total tersebut, sebanyak Rp 1.171 triliun di antaranya ditujukan untuk belanja pusat. Sedangkan, sisanya dibelanjakan dalam bentuk Transfer ke Daerah (TKD). "Ini dalam rangka untuk mendorong perekonomian yang mengalami tekanan cukup besar," kata Sri dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) secara virtual.
Sri menjelaskan, pemerintah sudah menyiapkan beberapa jenis bantuan sosial baru untuk akselerasi pemulihan. Di antaranya, beban listrik bagi dunia usaha, yakni industri, bisnis dan sosial. Pemerintah melalui PT PLN (Persero) tidak lagi mengenakan charge minimum langganan listrik kepada tiga sektor tersebut.