EKBIS.CO, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo berbicara soal bauran kebijakan yang bisa diterapkan negara berkembang dalam menghadapi krisis akibat pandemi Covid-19 dalam forum virtual Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) 2020. Dipandu Direktur Departemen Moneter dan Pasar Modal IMF Tobias Adrian, Gubernur BI menjelaskan bauran kebijakan itu berkaitan dua hal yakni pertama ketika menghadapi volatilitas nilai tukar dan aliran modal agar konsisten dengan target inflasi.
"Inovasi kami dalam bauran kebijakan bank sentral sesuai saat tekanan global yang belum terjadi sebelumnya kepada ekonomi kami dan harapannya bisa diimplementasikan negara berkembang lainnya," katanya dalam sesi virtual Governor Talk di Jakarta, Rabu (14/10).
Untuk mengimplementasikan target inflasi, ungkap Perry, jika hanya diatasi dengan kebijakan suku bunga, dinilai belum cukup. "Berdasarkan pengalaman kami, melengkapi kebijakan suku bunga yang konsisten dengan target inflasi dengan intervensi nilai tukar dan manajemen aliran modal akan lebih sesuai bagi kebanyakan negara berkembang termasuk Indonesia," katanya.
Di Indonesia, lanjut dia, tekanan nilai tukar berkaitan erat dengan aliran keluar masuk modal dari Indonesia mengingat kepemilikan surat berharga negara (SBN) pemerintah yang komposisinya sekitar 30-40 persen oleh investor asing. Untuk itu, BI melakukan intervensi nilai tukar baik melalui spot, domestic non deliveryforward (DNDF) atau transaksi derivatif valas terhadap rupiah dan membeli SBN yang dilepas investor asing di pasar sekunder.
"Ini lebih efektif dalam stabilisasi nilai tukar untuk tujuan stabilitas harga dan juga stabilitas SBN pemerintah untuk sistem keuangan,"katanya.
Selanjutnya, bauran kebijakan kedua, kata dia, berkaitan dengan kebijakan moneter untuk stabilisasi harga dan makroprudensial untuk stabilitas sistem keuangan. Perry mengatakan di Indonesia perputaran keuangan lebih banyak berkaitan dengan kredit dan itu berkaitan juga dengan komoditas, properti, dan utang luar negeri.
"Contohnya, ketika pandemi di mana keluar aliran dana, kami intervensi FX market, obligasi pemerintah dan juga menurunkan suku bunga serta merelaksasi kebijakan makroprudensial,” imbuh Perry.
Adapun beberapa relaksasi dalam kebijakan makroprudensial, kata dia, di antaranya menurunkan rasio loan to value (LTV) atau rasio antara nilai kredit terhadap nilai agunan atau memperketat rasio likuiditas financing to funding ratio (FFR).
"Ini juga membantu mengelola perputaran kredit. Dengan melakukan itu juga membantu mengelola permintaan agregat dan membantu respons kebijakan suku bunga dalam mencapai stabilitas harga," katanya.