EKBIS.CO, JAKARTA -- Menteri BUMN Erick Thohir optimistis bahan vaku vaksin akan datang pada bulan ini atau Desember. Kendati begitu, Erick menyebut tak serta merta proses vaksinasi langsung dijalankan. Pasalnya, kata Erick, bahan baku vaksin harus diproses terlebih dahulu dengan juga menyertakan proses uji klinis yang matang. Hal ini sesuai arahan Presiden Jokowi yang meminta proses vaksinasi dilakukan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian.
"Presiden sudah bicara beberapa kali bahwa vaksin yang ada di Indonesia ini pasti sesuai dengan standar WHO, uji klinisnya harus ada kehati-hatian, tapi kita sebagai bangsa kalau itu bisa lebih cepat kan bisa lebih baik, tapi bukan berarti menghalalkan segala cara," ujar Erick dalam acara "Menanti Vaksin Covid-19" di Metro TV pada Jumat (20/11).
Erick menyampaikan proses vaksinasi juga memerlukan persetujuan dari BPOM. Pemerintah, kata Erick, ingin memastikan produk vaksin yang disuntikan kepada masyarakat benar-benar aman. Oleh karenanya, Erick menilai lebih amannya proses vaksinasi dilakukan pada tahun depan setelah semua uji klinis hingga izin BPOM telah diperoleh. Meski vaksin merupakan kebutuhan mendesak, kata Erick, tetap tidak boleh dipaksakan apabila dirasa belum memenuhi segala persyaratan yang diperlukan.
"Kalau memang harus Januari, selama itu menjaga prinsip kehati-hatian ya harus, kalau lebih cepat, oke, tapi bukan sesuatu yang dipaksakan dipercepat, itu tidak boleh," ucap Erick.
Erick menambahkan, Kementerian Kesehatan juga menjadi otoritas tertinggi dalam hal penentuan jenis, harga, hingga distribusi vaksin. Kata Erick, Kemenkes sedang mempelajari jenis vaksin mana yang sesuai dan harus memenuhi kualitas cold chain// atau rantai dingin yang mana vaksin harus berada dalam suhu dua derajat sampai delapan derajat celsius.
Erick menyebut basis data akan memegang peranan penting dalam program vaksinasi. Erick mengatakan satu data akan digunakan untuk vaksin bantuan pemerintah maupun vaksin mandiri. Kata Erick, pemerintah juga berencana membatasi jumlah merek vaksin yang beredar.
"Jadi kalau mereknya terlalu banyak juga bahaya, memang pemerintah dari awal berharap mereknya tiga sampai emlat merek, tidak tujuh sampai sembilan merek karena kompleksitas pada saat menyuntik dan distribusi," ungkap Erick.
Pembatasan merek vaksin, kata Erick, juga untuk mencegah beredarnya vaksin covid ilegal di tengah masyarakat. Erick mengatakan proses distribusi vaksin akan dilakukan dengan ketat dengan memanfaatkan teknologi dalam bentuk barcode pada setiap vaksin hingga kendaraan yang membawa vaksin. Erick menilai prosedur yang ketat dapat memberikan keyakinan masyarakat untuk ikut dalam program vaksinasi.
"Alhamdulillah di Indonesia ini rata-ratanya di atas 67 persen yang percaya vaksin, tapi kita harus terus tingkatkan bahwa vaksin ini aman," kata Erick.