EKBIS.CO, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meyakini kredit perbankan akan mengalami kebangkitan setelah krisis akibat pandemi Covid-19. Pada tahun ini, OJK mematok pertumbuhan kredit kisaran 7,5 persen dan pada tahun lalu terkoreksi 2,4 persen.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan otoritas memiliki alasan target pertumbuhan kredit pada tahun ini yakni berkaca pada pertumbuhan kredit pasca krisis 1998, 2005 dan 2008.
Hal serupa juga terjadi pada saat krisis 1997 dan 1998. Bahkan setelah krisis 2005, kredit bisa tumbuh 25 persen karena proses pemulihan ekonomi.
“Pada 2005 kredit bisa 25 persen karena yang push dari satu proses recovery yang nanti tentunya akan turun lagi menjadi normal. Ini kenapa kreditnya tinggi, tentu karena recovery proses seperti krisis 1997 1998 dan krisis 2008," ujarnya saat acara Webinar Bisnis Indonesia Business Challenges 2021 bertajuk Akselerasi Pemulihan Ekonomi, Selasa (26/1).
Menurutnya sektor UMKM merupakan sektor yang paling awal bangkit dari masa pandemi pada Juli tahun lalu. Hal tersebut didorong berbagai insentif seperti subsidi bunga, subsidi premi penjaminan kredit, hingga penempatan dana pemerintah perbankan untuk menggenjot kredit UMKM.
Meskipun Wimboh menyebut segmen korporasi belum bisa bangkit. Hal ini karena permintaan yang masih rendah. Berdasarkan survei OJK mencatat operasional korporasi belum sepenuhnya pulih, baik sektor otomotif maupun pariwisata. Adapun operasional korporasi rata-rata masih kisaran 30 persen sampai 40 persen.
"Meskipun ada tanda-tanda PMA naik 51 persen dan demand konsumsi naik, tetapi dari angka perbankan perusahaan komersial dan perbankan yang dominan kreditnya di perbankan, justru menurunkan balance kreditnya," ucapnya.
Ke depan Wimboh meyakini pada tahun ini pertumbuhan kredit kembali normal kredit untuk mengkompensasi sebelumnya, sehingga kredit diperkirakan 7,5 persen plus minus satu persen.