EKBIS.CO, JAKARTA--Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menegaskan, rencana impor beras hanya untuk menstabilkan harga beras. Pemerintah tidak ingin harga beras melonjak saat pandemi dan di saat yang sama tidak akan menurunkan harga gabah kering petani.
Menurut Lutfi, pemerintah tetap menjamin harga beras dan gabah kering petani tetap stabil meskipun Indonesia tengah dilanda pandemi. Ia menilai, kritik terkait rencana impor beras satu juta ton yang dianggap akan menurunkan harga beras petani tidak tepat.
"Tidak ada niat pemerintah untuk menurunkan harga petani terutama saat sedang panen raya. Sebagai contoh, harga gabah kering petani itu tidak diturunkan," tutur Lutfi dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Kamis (18/3).
Mendag juga menyatakan, sejak awal pemerintah sama sekali tak berniat menjatuhkan harga beras petani, terutama saat petani sedang panen raya. Pemerintah hanya merasa perlu menjaga kestabilan stok dan harga pangan. Lutfi menegaskan harga beras sangat mungkin dipermainkan spekulan.
"Kalau harga gabah kering itu diturunkan oleh Bulog, nah itu bagian dari penghancuran harga beras petani," tegas Lutfi.
Ia mengatakan, kelangkaan atau kenaikan bahan pangan terutama beras jangan sampai terjadi. Terutama, saat ini masyarakat Indonesia masih tertekan dengan dampak pandemi Covid-19. Harga beras yang tak terkendali akan membahayakan perekonomian.
Hal ini diprediksi bisa mempengaruhi daya beli masyarakat. Apalagi, menurut Lutfi, jika para spekulan mencoba memainkan harga untuk mengambil keuntungan saat pandemi. "Kita tidak bisa dipojokkan atau diatur oleh pedagang. Terutama para spekulan-spekulan yang berniat tidak baik," kata Lutfi.
Beras yang akan diimpor nanti, rencananya juga tak akan digelontorkan ke pasar saat panen raya sekitar bulan April. Beras impor akan disimpan dan digunakan untuk menambah iron stock. Pemerintah saat ini juga memerlukan stok beras untuk keperluan bansos dan menjaga untuk stabilisasi harga beras.
"Jadi tidak dijual serta-merta ketika panen, keputusan kapan iron stock itu mesti keluar harus dimusyawarahkan bersama-sama (antar pemangku kebijakan)," ujarnya.
Selama ini, beras komoditas pangan utama di Indonesia yang harganya sangat sensitif bagi masyarakat. Pemerintah menganggap pasokannya harus memadai untuk memenuhi permintaan dan menjaga stabilitas harga. Jadi, meskipun produksi dalam negeri diproyeksi tinggi, namun strategi berjaga-jaga tetap diperlukan cadangan beras yang memadai.
Hal ini penting untuk mengantisipasi risiko terburuk. "Ketika barang ada meskipun harga tinggi, itu jauh lebih mudah, daripada harga tinggi, namun barang tidak ada," tutur Lutfi.