EKBIS.CO, JAKARTA -- Harga gabah kering panen (GKP) mengalami sepanjang bulan lalu penurunan disaat biasanya mengalami kenaikan. Ketua Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), Sutarto Alimoeso, menyebut, situasi perberasan tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Sutarto menjelaskan, hasil produksi pada panen raya pertama Maret-April tahun ini memberikan surplus hingga sekitar 3,8 juta ton. Surplus tersebut cukup besar sehingga menambah persediaan gabah untuk produksi bulan-bulan selanjutnya.
Hasil produksi yang optimal itu salah satunya didukung oleh cuaca kemarau basah di mana memberikan persediaan air yang cukup bagi petani. "Tahun ini musimnya relatif tidak berat, justru cenderung hujan," kata Sutarto kepada Republika.co.id, Selasa (3/8).
Lebih lanjut, Sutarto menilai langkah Kementerian Pertanian yang mempercepat musim tanam kedua juga membantu dalam percepatan hasil produksi beras. Menurut Sutarto, sepanjang Juli lalu, sudah terdapat panen gabah di sejumlah sentra perberasan. Hal itu lantaran musim tanam langsung dilakukan pasca panen raya Maret-April lalu.
"Ada usaha-usaha pemerintah melalui berbagai bantuan untuk percepat tanam, iklim juga mendukung sehingga petani terus menanam," kata Sutarto.
Namun, kata Sutarto, pada tahun-tahun sebelumnya pada Juli-Agustus biasanya sudah terdapat panen raya kedua yang cukup besar. Namun hasil panen pada musim pertama tidak banyak sehingga harga tetap tinggi. Hal itu menjadi perbedaan dengan kondisi yang terjadi pada tahun ini.
Hingga akhir tahun 2021, Sutarto menilai masa paceklik beras pasti akan ada di mana luas panen padi dibawah kebutuhan bulanan. Namun, lantaran produksi yang cukup optimal, paceklik yang dihadapi tidak akan berat.
Adapun soal pelemahan permintana, ia menjelaskan berdasarkan pengakuan para penggilingan terdapat penurunan permintaan. Namun, situasi itu harus dibuktikan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang melakukan pemantauan langsung.