EKBIS.CO, JAKARTA -- PT Pupuk Kalimantan Timur, anak usaha Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) optimistis permintaan global terhadap amoniak terus mengalami peningkatan. Optimisme itu seiring mulai diliriknya amoniak oleh dunia sebagai bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan.
“Kami melihat bahwa tren permintaan amoniak secara global akan terus meningkat, seiring dengan banyaknya kajian yang tengah dilakukan untuk menjadikan amoniak sebagai bahan bakar alternatif di masa depan yang rendah emisi," kata Direktur Utama Pupuk Kaltim, Rahmad Pribadi dalam keterangan resminya, Selasa (7/9).
Ia menyampaikan, Indonesia saat ini konsisten masuk dalam jajaran 5 besar negara produsen amoniak terbesar di dunia dari tahun ke tahun. Amoniak yang berasal dari PKT memiliki harga yang kompetitif sehingga masih terus diminati oleh pembeli khususnya di wilayah Far East.
Adapun amoniak yang diproduksi Pupuk Kaltim sejauh ini digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk urea. Di pasar domestik sendiri, pemenuhan kebutuhan amoniak juga masih didominasi oleh Pupuk Kaltim sebagai kontributor utama.
Rahmad menyampaikan, produksi amoniak Pupuk Kaltim telah mencapai 2,82 juta ton sepanjang 2020, naik 3.89 persen dari produksi 2019. Adapun, pada semester pertama tahun 2021 total produksi amoniak Pupuk Kaltim sebanyak 327 ribu metrik ton.
Kapasitas produksi diproyeksikan akan terus meningkat, seiring dengan antisipasi meningkatnya permintaan pasar global untuk amoniak. "Adapun dari sisi peta pasar, saat ini wilayah Asia Pasifik masih menjadi pasar terbesar untuk amoniak dengan pangsa volume permintaan sebanyak 54 persen secara global," ujarnya.
Rahmad menjelaskan, kandungan amoniak yang terdiri dari senyawa nitrogen dan hidrogen serta tidak mengandung karbon membuat pembakaran yang dihasilkan dari amoniak menjadi lebih ramah lingkungan karena tidak menghasilkan gas karbon dioksida. Saat ini, alternatif penggunaan amoniak sebagai bahan bakar sedang gencar dikaji, salah satunya bagi sektor perkapalan, seperti yang tengah dilakukan beberapa organisasi seperti perusahaan energi Equinor, juga perusahaan manufaktur mesin kapal seperti Man Energy Solutions dan Wartsila.
Pasar amoniak di sektor shipping kargo pun diprediksi akan bernilai lebih dari 150 miliar dolar AS pada tahun 2025. Hal ini juga sejalan dengan visi Organisasi Maritim Internasional (IMO) untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor pelayaran hingga setidaknya 50 persen pada tahun 2050.
Lebih lanjut, ia menyampaikan, saat ini, pembangkit listrik terbesar Jepang JERA, salah satunya, sedang memulai program percontohan untuk menggunakan amoniak sebagai bahan bakar campuran bersama dengan batubara untuk pembangkit listrik. Hal tersebut untuk mengurangi emisi yang dikeluarkan pada pembangkit energi yang saat ini masih menggunakan batu bara.
Ke depannya, diharapkan akan tercapai instalasi turbin gas berbahan bakar amoniak sepenuhnya sehingga amoniak bisa menggantikan sepenuhnya penggunaan batu bara sebagai pembangkit energi yang lebih hijau. "Strategi co-firing amoniak dengan batubara ini diperkirakan akan membuat permintaan amoniak di dunia meningkat sebanyak 20 persen," ujarnya.
Potensi pengembangan amoniak sebagai bahan bakar alternatif ini semakin membuat prospek amoniak kedepannya semakin menjanjikan, dengan catatan tetap menjaga proses produksi amoniak itu sendiri dalam koridor produksi hijau dan memperhatikan dampak lingkungan secara berkelanjutan.
“Sebagai salah satu pemain kunci di komoditas amoniak, perusahaan berkomitmen untuk terus memenuhi kebutuhan amoniak di industri dalam negeri. Selain itu, dengan kapasitas dari lima pabrik amoniak milik perusahaan, dengan total produksi lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, juga semakin memperkuat kapabilitas perusahaan untuk menyasar target ekspor ke berbagai negara lainnya,” tambah Rahmad.