EKBIS.CO, Oleh Umar Mukhtar, Wartawan Republika
Pagi itu kabut masih menyelimuti Kampung Pengkolan, Desa Cikidang, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Pandangan mata tak bisa menerawang jauh ke depan. Udara terasa sejuk dan dinginnya menggigit kulit. Tak heran, warga yang beraktivitas di luar rumah tampak selalu mengenakan jaket.
Sejumlah warga sudah beraktivitas di pekarangan rumah, di bawah langit yang mendung seolah enggan mengeluarkan sinar hangatnya. Rumah-rumah warga yang berdiri di sisi jalan di Kampung Pengkolan ini terlihat menyisakan lahan untuk area pekarangan dengan luas sekira 60 meter persegi. Pekarangan itu dijadikan kebun kecil yang ditanami aneka sayuran.
Di sudut jalan, berdiri sebuah gedung besar yang luasnya sekitar tiga lapangan futsal. Plang di depan gedung bertuliskan 'Klaster Lembang Agri' yang merupakan Klaster Agribisnis Sayuran binaan Bank Indonesia.
Di dalam gedung terlihat ada beberapa wanita paruh baya yang tampak sibuk mengemas sayuran jenis buncis super dan buncis kenya. Sembari berbincang dengan rekannya yang lain, tangan mereka tetap bekerja dengan lihai dalam mengemas buncis untuk diekspor ke luar negeri.
Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Lembang Agri, Dodih, menyampaikan, gedung ini, selain menjadi tempat pelatihan pertanian, juga tempat pengemasan buncis kenya dan buncis super untuk diekspor ke Singapura. Lembang Agri sejak 2010 telah mengeskpor kedua jenis buncis tersebut ke Singapura.
"Pagi ini kita baru beres pengemasan. Nanti siang jam 11 berangkat ke bandara untuk diekspor ke Singapura," kata dia saat ditemui Republika, di kantor Gapoktan Lembang Agri, Desa Cikidang, Kecamatan Lembang, pekan lalu.
Total buncis kenya yang diekspor ke Singapura pada bulan ini sebanyak lima ton, sedangkan buncis super sebanyak empat ton. Bulan sebelumnya, yang diekspor ke negara tersebut bahkan mencapai 18 ton buncis kenya dan buncis super. Menurut Dodih, permintaan dari luar negeri terbilang tinggi sehingga peluang untuk mengekspor hasil pertanian kelompok taninya tergolong besar.
Apalagi, Dodih menyampaikan, kini permintaan produk pertanian dari pasar luar negeri tak hanya buncis, tapi juga ubi. Karena melihat peluang ini, sejumlah petani anggota Lembang Agri mulai menanam ubi. "Sekarang anggota kita ada yang menanam ubi di kebun seluas 18 hektare, dengan difasilitasi oleh lembaga keuangan. Jadi kami menjadi fasilitator ke market dan lembaga keuangan. Sedangkan petani adalah eksekutornya," terang dia.
Dodih pun menceritakan mengapa ekspor produk pertanian menjadi penting bagi para petani. Ini berawal ketika 2007 ia mulai merintis pembentukan organisasi taninya. Dia mengatakan, Gapoktan Lembang Agri sebetulnya dimulai dari komunitas kecil para petani yang resah karena susahnya mendapat informasi pasar, keuangan maupun pelatihan.
"Tidak ada kegiatan petani yang diakomodasi karena tidak ada basis organisasinya. Jadi saya berinisiatif mengajak saudara-saudara yang lain untuk membangun organisasi agar bisa kuat di pasar. Akhirnya kita membuat organisasi petani," ujarnya.
Setelah mengumpulkan berbagai informasi, lanjut Dodih, akses pasar pun berhasil diperoleh. Namun saat itu terkendala di permodalan sehingga ia berpikir untuk menemukan mitra yang bisa membantu. Sayangnya, ketika itu yang didapat adalah pengepul atau bandar. Alhasil, uang yang dibayarkan dari pasar masuk ke bandar dan para petani hanya memperoleh harga bersihnya. Lambat-laun, meski tetap menggunakan bandar, permodalan Lembang Agri mulai meningkat.
"Ketika akses pasar bertambah, kita berpikir, paling tidak, pelaku asli untuk menjalankan roda bisnis ini adalah petani atau anak petani, bukan orang luar. Kita bukan mau memonopoli perdagangan, kita hanya ingin daya saing petani naik. Sedangkan bandar, ya mereka juga punya perannya sendiri," jelasnya.
Berbekal pengalaman itulah, Gapoktan Lembang Agri berupaya memperluas jangkauan pasarnya. Sampai akhirnya, mereka menemukan eksportir yang menjadi penyuplai produk pertanian ke luar negeri, khususnya Singapura. Kegiatan ekspor ini telah berjalan sejak 2010 dan terus berjalan hingga lima tahun ke depan.
"Jadi di sini (Lembang Agri), market buncis kenya dan buncis super lebih ke ekspor. Untuk harga komoditas ekspor ini, memang agak fluktuatif tapi tidak terlalu dalam. Harga paling bawah itu Rp 25 ribu per kg, dan paling tingginya Rp 35 ribu per kg. Selain ekspor, kita juga suplai untuk restoran dan supermarket di domestik," ujarnya.
Dodih melanjutkan, omset dari ekspor buncis kenya ini telah mampu meningkatkan kesejahteraan petani di Kampung Pengkolan, Cikidang, karena harganya yang lebih baik ketimbang diperdagangkan di dalam negeri. Produksi buncis kenya juga tergolong lebih mudah dan menguntungkan sehingga kini petani di Lembang pun banyak yang menanamnya. Ada 50 persen lebih petani di Lembang yang menanam buncis kenya sebagai salah satu komoditas unggulan di Lembang.
Dodih juga menyampaikan, pengelolaan proses produksi hingga penjualan hasil pertanian yang dilakukan oleh Gapoktan Lembang Agri tak bisa dilepaskan dari peran BI Jabar. Dia menjelaskan, pada 2015 lalu, BI Jabar meneken kerja sama dengan pemerintah KBB di sektor pertanian. Dari kerja sama ini, Desa Cikidang dengan Lembang Agrinya dijadikan sebagai klaster agribisnis sayuran yang bernilai tinggi dengan pendekatan dari hulu ke hilir.
Para petani anggota Gapoktan Lembang Agri kemudian mendapat pelatihan dan pendampingan. Petani diajarkan bagaimana cara mengakses sektor perbankan sehingga dapat memperoleh permodalan. Juga dibekali bagaimana membuat laporan keuangan atau pembukuan yang sederhana. "Ini memang kita dibutuhkan, dan alhamdulillah kita sekarang bisa menjalankan ini secara menyeluruh," katanya.
Dengan demikian, tidak hanya produksi sayuran yang meningkat, daya saing para petani setempat dalam mengakses market yang tepat pun terdongkrak. Dampaknya, hasil pertanian dari Cikidang bisa menjangkau market yang lebih luas hingga ke tingkat global.
Menurut Dodih, petani anggota Lembang Agri kini punya kemampuan menghasilkan produk berkualitas ekspor terutama sayuran buncis kenya dan buncis super. Mereka konsisten melakukan kegiatan budidaya sayuran dan pemasaran produk sampai saat ini.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat (BI Jabar) Herawanto menuturkan, BI Jabar ingin mengangkat kesejahteraan masyarakat secara umum, khususnya para petani, demi menciptakan stabilitas ekonomi yang berkelanjutan. Karena ketika stabilitas ekonomi di masyarakat terbentuk, maka akan selaras dengan stabilitas moneter.
"Ujung dari go global adalah kestabilan nilai rupiah yang sangat dipengaruhi oleh keseimbangan antara arus modal masuk dan keluar dari Indonesia, termasuk juga dana yang masuk dan keluar, khususnya berupa dana valas," katanya.
Herawanto mencontohkan Thailand dan Malaysia yang memiliki sisi ekspor yang kuat. Inilah yang juga membantu Thailand dalam upaya menstabilkan nilai tukarnya yang menjadi bagian dari strategi penting.
"Karena ketika neraca pembayaran cenderung defisit dan besar sekali, itu artinya posisi negara kita terhadap luar itu terindikasi ada kerawanan. Karena itu, defisit neraca pembayaran itu harus menjadi bagian dari strategi bersama untuk dipersempit. Kalau bisa ya surplus. Dengan apa? Dengan ekspor," katanya.
Herawanto melanjutkan, potensi ekspor Indonesia sangat besar, terutama Jawa Barat. Aspek ekspor pada UMKM ini harus digarap dan didorong agar menjadi UMKM global. "Kalau produknya punya pasar di dalam negeri, ya domestic market. Tapi yang punya market global, kita dorong penuh," katanya.