EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah mengungkapkan industri berbasis hijau akan memberikan nilai tambah bagi negara sekaligus menyerap tenaga kerja berkeahlian tinggi.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan kebutuhan adopsi teknologi serta ketersediaan dan keterjangkauan isu sentral bidang energi yang memerlukan solusi cepat, perlu diselaraskan dengan terobosan riset perguruan tinggi dan dunia akademis.
”Dalam pengembangan energi dan upaya pemenuhan kebutuhan nasional, kita telah memiliki garis kebijakan transisi energi atau check point yang dijadikan acuan,” ujarnya saat Webinar Nasional G20 yang membahas transisi energi dengan tajuk Menuju Pembangunan Berkelanjutan, Jumat (18/2/2022).
Airlangga menyebut kebijakan transisi energi yang dimaksud yakni target energi baru dan terbarukan, dalam bauran energi telah ditetapkan sebesar 23 persen pada 2025. Selanjutnya, pencapaian Nationally Determined Contribution pada 2030 dengan target penurunan emisi sebesar 29 persen dengan usaha sendiri, dan berikutnya pencapaian target Net Zero Emission pada 2060.
”Transisi energi yang krusial bagi kita ini akan membutuhkan kebijakan afirmatif dan juga pembiayaan serta akses teknologi. Karena itu, Presiden Jokowi telah menetapkan transisi energi sebagai salah satu topik prioritas utama Presidensi Indonesia G20,” ucapnya.
Menurutnya pemerintah telah melakukan berbagai strategi lainnya dalam upaya mereduksi emisi karbon seperti rencana penerapan Carbon Capture Utilization Storage (CCUS), pembatasan routine flaring, dan optimalisasi gas bumi untuk transportasi dan rumah tangga. Airlangga menyebut pembangunan ekonomi suatu negara akan berimplikasi langsung terhadap meningkatnya laju permintaan energi, sehingga sektor energi juga menjadi salah satu sektor kunci dalam pemulihan ekonomi.
Selain itu, pemerataan akses energi yang terjangkau akan berdampak pada fasilitas esensial seperti pendidikan dan kesehatan yang akan berujung pada penguatan ekonomi.
"Diproyeksikan permintaan energi final nasional pada 2050 pada skenario Business as Usual (BaU) sebesar 548,8 MTOE (Million Tonnes of Oil Equivalent), skenario pembangunan berkelanjutan sebesar 481,1 MTOE, dan skenario rendah karbon sebesar 424,2 MTOE yang umumnya disumbangkan oleh sektor transportasi dan industri," ucapnya.