EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah terus melakukan berbagai upaya demi menekan peningkatan dan mencegah meluasnya penyakit mulut dan kuku (PMK) yang terjadi akhir-akhir ini. Penyakit pada hewan ternak tersebut disebabkan oleh virus yang dapat menular melalu airborne, sehingga penyebarannya bisa sangat cepat hingga radius 10 km.
Kondisi itu tentunya mendapatkan perhatian secara khusus dari pemerintah. Sampai 18 Juni 2022, tercatat penyakit PMK ini telah menyebar ke 19 Provinsi dan 199 Kabupaten/Kota, dengan jumlah Kasus sakit sebanyak 184.646 ekor, sembuh 56.822 ekor (30,77 persen), pemotongan bersyarat 1.394 ekor (0,75 persen), kematian 921 ekor (0,50 persen), dan yang sudah divaksinasi sebanyak 51 ekor.
Sedangkan jumlah populasi seluruh ternak yang berisiko dan terancam (sapi, kerbau, kambing, domba, dan babi) sebanyak 48.779.326 ekor. Dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) Pembahasan Penanganan PMK pada Hewan Ternak yang diadakan pada Ahad (19/6/2022), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto meminta agar berbagai regulasi terkait PMK segera diselesaikan dan diimplementasikan guna mencegah semakin meluasnya wabah penyakit PMK ini, serta agar tetap menjaga kualitas hewan ternak Indonesia.
PMK sebagai Penyakit Hewan Menular (PHM) strategis, penetapan status darurat PMK bisa diusulkan dari bupati/wali kota kepada gubernur lalu kepada pemerintah pusat. Telah diterbitkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 403 dan 404 Tahun 2022 untuk menetapkan di dua provinsi, yakni Aceh dan Jawa Timur.
Upaya pemerintah sekarang, yakni secepatnya melakukan pengadaan dan distribusi vaksin dalam jumlah besar, dan segera melakukan vaksinasi kepada hewan ternak. “Dengan ini diharapkan herd immunity bisa segera tercapai,” ujar Airlangga.
Vaksinasi PMK perdana dilakukan pada 14 Juni 2022 di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur, selanjutnya akan didorong untuk vaksinasi dasar, yaitu 2 kali vaksinasi dengan jarak 1 bulan, serta booster vaksin setiap 6 bulan. Guna melaksanakan program vaksinasi tersebut, akan dilakukan oleh sekitar 1.872 tenaga medis dan 4.421 paramedis.
Ke depannya, dibutuhkan sekitar 28 juta dosis prioritas vaksinasi, dan saat ini yang sudah diimpor sebanyak 3 juta dosis, di mana 0,8 juta dosis dalam proses pengadaan pemerintah. Sedangkan yang 2,2 juta dosis sedang proses refocusing bagi pembiayaan anggarannya. Kemudian penyediaan vaksin dalam 3 bulan mendatang mampu lebih dari 16 juta dosis dari importir penyedia vaksin.
Sedangkan, vaksin dalam negeri dari PUSVETMA dan dari produsen vaksin dalam negeri lainnya. “Pemerintah sedang menyelesaikan pembelian vaksin 3 juta dosis agar bisa segera didistribusikan dan dilakukan vaksinasi pada ternak prioritas. Sementara, demi memenuhi kebutuhan 28 juta dosis sampai akhir 2022, salah satunya Pemerintah akan bekerja sama dengan importir swasta dengan jumlah vaksin yang sesuai kebutuhan, dengan kontrol dan pengawasan pemerintah. Selain itu, Pemerintah menyiapkan SDM terlatih untuk vaksinasi PMK serta penandaan (eartage) dan pendataan ternak,” tutur Airlangga.
Ternak yang sudah divaksinasi wajib dipasang penanda di telinga hewan atau eartage dengan pengembang sistem yakni PT PERURI, dan saat ini sudah tersedia 236 ribu eartage. “Kita harus mempertimbangkan kondisi yang lebih luas, bukan hanya masalah pencegahan, namun juga melihat konsekuensi ke depannya, karena hewan ternak adalah aset. Jadi kalau PMK tidak teratasi akan menjadi kerugian yang tak ternilai, khususnya bagi peternak kecil," katanya.
Mengingat jumlah vaksinasi PMK masih sangat rendah, maka perlu dilakukan pengaturan dan pengawasan lalulintas hewan dan ternak untuk kecamatan atau desa mendasarkan pada zonasi. Zona merah adalah daerah wabah, zona oranye daerah tertular, zona kuning daerah terduga, dan zona hijau daerah bebas. Lalu lintas hewan ternak antar zona risiko tersebut akan terus diawasi, dan juga akan dikendalikan oleh TNI/Polri.
“Sistem ini penting dilakukan, jangan hanya melihat persentase kasus yang kecil, tapi kita tidak ingin ini terus meluas,” kata dia.
Dalam mendukungan penanganan PMK ini, pemerintah memutuskan menggunakan dana APBN, APBD, dan sumber dana lainnya, terutama untuk melaksanakan rencana pemberian santunan bagi Peternak (terutama Peternak kecil), yang hewan ternaknya mati terkena PMK ataupun yang terkena potong paksa.
Pada Rakor tersebut, Menteri Pertanian menyampaikan berbagai upaya yang telah dilakukan, mulai dari pembentukan posko (gugus tugas, crisis center), pengaturan lalu lintas hewan, distribusi obat, penyediaan vaksin, pelatihan nakes hewan, sampai pelaksanaan komunikasi dan informasi publik. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy yang ikut hadir menyampaikan apresiasi atas upaya yang telah dilakukan dan diperlukan upaya untuk komunikasi ke publik, serta perlu segera dihitung jumlah Petani dan Peternak kecil yang ternaknya terkena wabah PMK ini.
Pemerintah juga telah membentuk tim pengendalian dan penanganan PMK yang dimotori oleh Kementerian Pertanian dan didukung BNPB maupun K/L terkait lainnya. Demi menindaklanjuti hasil Rakortas ini, tim dari BPKP akan segera membahas lebih teknis dengan Kementerian Pertanian, Kemendagri, dan BNPB.
“Penanganan PMK ini berbasis mikro, dengan melibatkan seluruh stakeholders, yaitu K/L dan daerah, para peternak itu sendiri hingga pihak akademisi sampai swasta, untuk bersama-sama menyelesaikan kejadian PMK ini,” ujar dia.