EKBIS.CO, JAKARTA -- Kehadiran bank digital menandakan dimulainya episode baru industri perbankan nasional. Adapun layanan perbankan yang sebelumnya terkenal rigid dengan data dan arsip yang bertumpuk karena mengedepankan asas kehati-hatian diubah menjadi lebih mudah, sederhana dalam satu genggaman nasabah.
Kemudahan ini pun sukses menjadi senjata andalan bank-bank digital untuk menggenjot layanan yang bersifat transaksional, seperti pembayaran, pembelian transfer instan dan sebagainya. Namun, kesuksesan serupa tidak terjadi pada sisi intermediasi perbankan, bank-bank digital masih kesulitan meningkatkan dana pihak ketiga (DPK) karena segala kemudahan transaksinya, sebagian nasabah justru khawatir terkait masalah keamanan untuk menempatkan dana dalam jumlah lebih besar.
Maka demikian, mengobral bunga tinggi pada akhirnya menjadi jalan yang dipilih bank-bank digital guna menggaet lebih banyak lagi nasabah untuk menempatkan dananya, baik dalam bentuk dana murah (tabungan) maupun dana mahal (deposito). Adapun kondisi ini pun membuat perbankan nasional dibuat khawatir dengan sepak-terjang bank-bank digital yang mulai terpantau gemar mengobral tingkat suku bunga tinggi terhadap produk deposito dan simpanannya.
Senior Executive Analyst of Digital Finance Innovation Group Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Moh Eka G Sukmana mengatakan bank-bank digital telah mengobral suku bunganya. Bahkan, tak tanggung-tanggung ada bank digital yang menawarkan bunganya hingga delapan persen.
“Besaran bunga tersebut dua kali lipat lebih tinggi bila dibandingkan dengan bunga bunga simpanan yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang saat ini dipatok sebesar 3,5 persen. Apa yang menjadi sweetener dari bank digital mereka juga harus membuat suatu terobosan, yang bisa diterima masa pandemi saat ini adalah suku bunga, mau tidak mau harus dilakukan oleh bank digital,” ujarnya saat webinar ‘The DNA of Next-Generation Digital Banking Disruption and Innovation in Core Banking to Build The Customer-Centric Bank of The Future’, Kamis (14/7/2022).
Pemberian suku bunga simpanan yang tinggi memang sejalan dengan fokus bank digital, yaitu menaikkan pendanaan (funding). Hal tersebut tentu menjadi bagian dari strategi menarik nasabah agar menyimpan dananya bank tersebut.
“Dengan tingginya biaya dana (cost of fund), bank digital tentu harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga pendapatan bunga bersih tetap positif dan kualitas kredit yang bagus,” ucapnya.
“Terkait dengan perang suku bunga antara bank konvensional dengan bank digital saya rasa ini hanya gimmick saja. Tetapi yang menjadi catatan, bank digital harus bisa mengatur efisiensi cost of fund-nya agar tidak terlalu tinggi, bisa turun. Tapi saya kira ini transisi saja, jadi tidak terus berlangsung,” ucapnya.
Menurutnya, saat ini transformasi digital tengah marak dilakukan oleh perbankan. Hal ini juga bertujuan untuk meningkatkan layanan perbankan kepada para nasabahnya. Adapun transisi layanan perbankan yang terus terjadi, telah mendorong inovasi-inovasi industri keuangan salah satunya kehadiran bank digital.
“Inikan salah satu tahap transisi bagaimana bank digital masuk ke pasar, yang semula mereka datang ke cabang harus punya ATM, biasa berhubungan dengan manusia, sekarang mereka mulai melakukan dengan digital. Itulah yang dilakukan dengan bank digital. Tujuannya bagaimana mereka bisa memberikan layanan secara digital yang lama kelamaan akan diterima oleh masyarakat,” ucapnya.