EKBIS.CO, JAKARTA -- Gugatan Uni Eropa terhadap Indonesia di World Trade Organization (WTO) belum menemukan titik terang. Gugatan itu berawal dari sikap pemerintah yang melarang ekspor bahan mentah mineral yakni bijih nikel.
Pelarangan tersebut demi mengembangkan hilirisasi produk di dalam negeri. Kabarnya tidak hanya Uni Eropa, beberapa negara lain pun turut mengajukan gugatan serupa ke WTO.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan pun menanggapi itu dengan santai. "Iya tidak apa-apa, yang paling penting tidak boleh melarang. Melarangnya itu yang jadi problem," ujar dia usai memaparkan Kinerja 100 Hari di Jakarta, Ahad (25/9).
Saat ini, kata Zulkifli, pemerintah masih menunggu keputusan WTO. "Kita tunggu saja panel putusannya nanti apa, kalau sudah putusan, kita ada beberapa langkah, bisa banding ya nanti kalau sudah putusan dulu baru kita bersikap," jelasnya.
Perlu diketahui, Indonesia sedang menghadapi tuntutan dispute settlement di WTO. Ini merupakan gugatan keberatan atas kebijakan bahan mentah Indonesia oleh Uni Eropa.
Indonesia memberlakukan pelarangan ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020 yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019. Hanya saja, tidak hanya Uni Eropa yang berkeberatan dengan kebijakan Indonesia tersebut.
Mengutip situs resmi WTO, disebutkan pihak ketiga yang ikut dalam dispute tersebut adalah Brasil, Kanada, China, Jepang, Korea, India, Rusia, Arab Saudi, Singapura, Turki, Ukraina, Uni Emirat Arab, dan Amerika Serikat. Di hadapan para ekonom, Presiden Jokowi mencontohkan nilai tambah yang dihasilkan dari hilirisasi industri tembaga lewat akuisisi PT Freeport Indonesia sejak 2018.
Akuisisi ditempuh setelah Freeport tidak kunjung menyepakati permintaan pemerintah membangun fasilitas smelter. Pembangunan itu menurut Jokowi akan selesai dibangun di Gresik pada 2024.