EKBIS.CO, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perbankan untuk melakukan pencadangan keuangan. Hal ini dalam upaya menghadapi ancaman resesi global pada 2023 mendatang.
Wakil Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara mengatakan, kondisi cadangan kerugian penurunan nilai perbankan Rp 362,9 triliun per September 2022 atau turun Rp 1,5 triliun dalam sebulan.
"Jadi kalau profit suku bunga membaik 2022, kami mengimbau dan menyarankan lakukan pencadangan, harus lakukan pencadangan, just in case 2023 situasinya memburuk," ujarnya kepada wartawan, Senin (19/12/2022).
Menurutnya, kondisi profit perbankan pada 2022 tergolong baik hingga mampu menekan penurunan kredit bermasalah. Hal tersebut penting dipertimbangkan mengingat proyeksi-proyeksi yang dikeluarkan sejumlah lembaga meramal 2023 akan diselimuti ketidakpastian.
"Karena tadi dilihat forecast-forecast menunjukkan kalau 2023 ekonomi masih melambat, lalu suku bunga juga diramal naik lagi, sehingga ada baiknya sedia payung sebelum hujan untuk menghadapi just in case 2023 ada kondisi yang memburuk atau lebih melambat," ucapnya.
Per Oktober 2022, rasio kredit bermasalah terpantau melanjutkan penurunan menjadi 2,72 persen dibandingkan September 2022 sebesar 2,78 persen. Per Oktober 2022 rasio risiko kredit sebesar 15,48 persen atau menurun dibandingkan kondisi loan at risk saat krisis Covid-19 sebesar 28 persen.
“Saat ini sudah turun menjadi 15,4 persen itu merupakan perbaikan yang cukup signifikan. Loan at risk sebelum Covid-19 sekitar 10 sampai 11 persen," ucapnya.
Dari sisi perbankan, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk optimistis tumbuh positif untuk menghadapi tantangan ekonomi pada 2023. Perseroan berupaya melakukan transformasi bisnis pada tahun depan.
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakan, perseroan akan tetap fokus ke segmen konsumer, korporasi serta UMKM yang berorientasi ekspor untuk menjadi engine pertumbuhan bisnis. "Kami mau membantu UMKM go global, bantu mereka supaya bisa ekspor, sehingga dapat meningkatkan kapabilitas usaha sekaligus profitabilitas buat mereka," ucapnya.
Menurutnya ekonomi di dalam negeri harus memiliki banyak kegiatan agar memiliki efek multiplier pada pertumbuhan di tengah ketidakpastian pada tahun depan. "Maka itu, kami fokus dengan transformasi. Kami berharap kami dapat menjadi suatu bank yang lebih kompetitif dengan digitalisasi, tidak hanya sisi produk tapi juga proses bisnis, operating cost yang terkendali," ujarnya.
Royke menyebut perbankan sebagai intermediasi tidak boleh menargetkan pertumbuhan kinerja stagnan atau bahkan takut. Hal tersebut akan mendorong penurunan transaksi sehingga membuat ekonomi semakin terpuruk.
Menurutnya perseroan tahun lalu berhasil menambah modal sehingga membuat level modal menjadi sangat cukup kuat untuk menyerap risiko maupun ekspansi dalam menjawab berbagai peluang tahun depan. "Kami juga memiliki level likuiditas yang sangat ample, sejauh ini sangat bisa dikelola dengan baik. Ke depan kami berharap juga banyak peluang yang dapat kami garap, baik organik maupun anorganik," ucapnya.