EKBIS.CO, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI memerlukan payung hukum yang mengatur sanksi tegas bagi setiap pelanggar pemasaran produk di platform e-commerce untuk memberikan efek jera.
"Terkait sanksi hukum, kelihatannya kami tidak berdaya dengan online. Hanya bisa takedown, mati satu, tumbuh lagi 1.000. Kami tidak bisa mengenakan sanksi pada produk yang dipasarkan secara online," kata Kepala BPOM Penny K Lukito di Jakarta, Senin (26/12/2022).
Ia mengatakan kewenangan penindakan hukum terhadap pengedar produk ilegal di e-commerce ada di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). Sanksi bisa diterapkan manakala ada koordinasi dari BPOM dengan otoritas terkait.
Menurut Penny, upaya dalam mencegah peredaran produk ilegal dalam jaringan kerap dilakukan BPOM melalui sosialisasi serta edukasi kepada konsumen. "Jadi sebaiknya jangan membeli melalui online, kalau tidak anda berhadapan dengan risikonya," katanya.
Penny mengatakan konsumen harus lebih teliti dalam memilih produk pangan secara daring, sebab tidak semuanya mendapat izin edar dari BPOM. "Kalau obat keras, tidak boleh dijual di online. Kalau obat bebas, sifatnya terbatas," katanya.
Menurut Penny, setiap produk berizin edar di pasar ritel Indonesia telah dilengkapi dengan batch number, agar jika terjadi sesuatu bisa dilaporkan ke BPOM atau Kementerian Kesehatan untuk dilakukan penelusuran dan penarikan produk.
Hingga saat ini Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait landasan hukum untuk memperkuat lembaga BPOM sedang berproses di DPR RI. "Itulah kenapa BPOM berproses untuk RUU pengawasan obat dan makanan. Dalam aturan itu ada sanksi hukum terkait pengawasan obat dan makanan yang tidak memenuhi ketentuan dan khasiatnya," katanya.
Menurut Peny, poin penting dalam pembahasan RUU tersebut adalah upaya bersama memperkuat peran pengawasan obat dan makanan di Indonesia, khususnya dalam merespons segala bentuk pelanggaran yang sangat krusial berkaitan dengan kesehatan dan jiwa manusia.