EKBIS.CO, Oleh: Murniati Mukhlisin dan Reza Jamilah Fikri (Sakinah Finance)
Momen tahun baru selalu menjadi momen penting dalam mengevaluasi dan membuat perencanaan untuk masa depan yang lebih baik. Namun, terdapat perbedaan signifikan bagaimana umat merayakan dan memperingati antara tahun baru hijriyah dan tahun baru masehi.
Penentuan dimulainya suatu hari atau tanggal pada Kalender Hijriyah berbeda dengan pada Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Hijriah, tanggal dimulai saat terbenamnya Matahari di tempat tersebut namun pada sistem Kalender Masehi, tanggal dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat. Tahun baru hijriyah menandai momen hijrahnya Rasulullah SAW dan para sahabat dari kota Mekah ke Kota Madinah yang ditetapkan pertama kali sebagai awal kalender Islam oleh Khalifah Umar bin Khattab.
Dengan hadirnya tahun baru hijriyah 1444 ini, dapat menjadi momentum untuk sama-sama ber'hijrah' menuju kehidupan yang lebih baik salah satunya dalam hal finansial. Adapun, pada masa pemerintahan Kaisar Romawi Julius Caesar, perayaan tahun baru untuk pertama kalinya dilakukan pada 1 Januari, tepatnya adalah 1 Januari 46 SM.
Istilah hijrah finansial akhir-akhir ini mulai terdengar gaungnya dibarengi dengan kepopuleran halal lifestyle, hijrah finansial yang secara arti berpindah pada system keuangan yang syariah anti riba sebenarnya telah lebih dulu eksis mengikuti perkembangan sistem keuangan syariah di Indonesia terutama pada sistem perbankan. Seiring dengan semakin bervariasinya produk jasa keuangan, maka semakin banyak produk-produk jasa keuangan yang juga menganut sistem syariah seperti asuransi syariah, pegadaian syariah, hingga investasi berbasis syariah.
Bersamaan dengan perkembangan industri keuangan syariah, muncul sektor-sektor industri lain yang memproduksi komoditas halal dan Islami mulai dari industri makanan, kosmetik, farmasi, pakaian, hingga media dan rekreasi. Munculnya tren produk halal sendiri dipicu oleh semakin banyaknya kalangan masyarakat menengah keatas yang mulai up to date dalam tren gaya hidup dan konsumsi produk dan jasa yang sesuai dengan syariat Islam.
Sehingga, dengan dukungan dari berbagai sisi, memungkinkan kita untuk dapat hijrah finansial lebih mudah. Berikut beberapa tips yang dapat memudahkan hijrah finansial:
1. Niat karena Allah SWT
Kukuhkan dalam hati bahwa yang kita lakukan ini semata-mata karena berharap ridha Allah SWT, sehingga gaya hidup halal ini bukan menjadi tren FOMO sesaat. Alquran menyebutkan: "Tuhanku menyuruhku berlaku adil. Hadapkanlah wajahmu (kepada Allah) pada setiap salat, dan sembahlah Dia dengan mengikhlaskan ibadah semata-mata hanya kepada-Nya. Kamu akan dikembalikan kepadanya sebagaimana kamu diciptakan semula. (QS. Al-A’raf (7): 29).
2. Mulai hijrah dari hal kecil dan mudah
Kita bisa memulai dari hal yang paling dekat dengan kita, seperti mulai melihat isi dompet kita kartu-kartu perbankan mana saja yang kita pakai, kurangi sedikit demi sedikit transaksi dengan produk keuangan non syariah. Bisa juga dengan mengajak keluarga mulai memperhatikan label halal produk-produk yang dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan perintah di QS Al-Maidah (5): 8: “Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”
3. Diagnosis kondisi keuangan pribadi
Hijrah finansial tidak bisa dicapai jika kita tidak mengetahui kondisi keuangan kita sendiri pada saat ini, untuk itu diperlukan membuat diagnosa (cek kesehatan keuangan) untuk melihat kondisi keuangan seperti apa saja aset yang dimiliki, kewajiban yang harus ditunaikan, alokasi dana sosial dan jangan lupa cek apakah dalam harta yang kita punya terdapat pendapatan non halal baik dari gaji, bisnis, harta waris, hadiah, atau investasi. Jika ada, maka harus dikeluarkan semuanya (cleansing).
Dalam Hadis Arbain, disebutkan tentang halal dan haram: “Bagaimana pendapatmu, apabila aku mengerjakan shalat-shalat fardhu, puasa di bulan Ramadhan, menghalalkan yang halal, mengharamkan yang haram, dan aku tidak menambahnya sedikit pun dari itu, apakah aku akan masuk surga?” Rasulullah SAW menjawab, “Ya.” (HR. Muslim).
4. Anggaran
Mulailah dengan menghitung jumlah pendapatan yang akan diterima. Syarat utama dalam menghitung pendapatan adalah harus konservatif. Kemudian susun anggaran belanja secara komprehensif dan susun sesuai dengan prioritas dan pastikan anggaran belanja harus menampung unsur-unsur penting dalam hidup kita yang mungkin sangat spesifik, tetapi sangat penting bagi kita dan keluarga. Keluarga Muslim harus berusaha sebaik mungkin karena tidak tahu apa yang akan terjadi hari esok: “Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari Kiamat; dan Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal” (QS Luqman (31): 34).
5. Zakat, infaq, sedekah, wakaf diprioritaskan agar senantiasa mendapatkan imbalan yang berlimpah. Seperti yang dicantumkan di QS Al-Baqarah (2): 261: “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, Dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.”
6. Buat arus kas
Buat catatan pemasukan dan pengeluaran harian. Jangan lupa untuk selalu mengecek apakah belanja yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas jangan sampai masuk kedalam kategori boros, seperti dalam QS Al Isra (17): 26-27: “dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya.”
Pastikan dana darurat untuk antisipasi masa depan, apalagi peringatan bahwa ekonomi Indonesia mungkin akan masuk kategori resesi tahun depan ini. Maka, perlu banyak melakukan persiapan arus kas yang sehat.
7. Hindari berhutang dan segera tunaikan utang
Dengan banyaknya e-commerce yang menyediakan fasilitas pay later dan didukung gencarnya pinjaman-pinjaman online, membuat kita mudah sekati terjerumus dalam gaya hidup berhutang. Padahal berhutang merupakan hal yang seharusnya dihindari kecuali dalam keadaan darurat saja.
Rasulullah SAW bersabda bahwa“Barangsiapa utang uang kepada orang lain dan berniat akan mengembalikannya, maka Allah akan luluskan niatnya itu; tetapi barangsiapa mengambilnya dengan niat akan membinasakan (tidak membayar), maka Allah akan merusakkan dia.” (H.R Bukhari). Jika terpaksa berhutang, maka pilih hanya dengan skema syariah, jangan sampai terjebak pinjaman pinjol ribawi yang sudah banyak memakan korban beberapa tahun ini.
Demikian pesan tahun baru ini kami sampaikan, semoga ada manfaatnya. Wallahu a'lam bis-shawaab. Salam Sakinah!