Rabu 22 Feb 2023 09:18 WIB

IHSG Dibuka Turun Mengekor Kejatuhan Bursa Global

IHSG terkoreksi ke level 6.873,26 dan terus melemah hingga ke level 6.852,67.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolandha
Karyawan mengamati pergerakan harga saham di Profindo Sekuritas Indonesia, Jakarta, Senin (2/1/2023). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan sore awal pekan di permulaan Tahun 2023 ini berada di zona hijau dengan Naik tipis 0,01% atau ditutup meningkat 0,365 poin ke level 6.850,984. Republika/Prayogi
Foto: Republika/Prayogi
Karyawan mengamati pergerakan harga saham di Profindo Sekuritas Indonesia, Jakarta, Senin (2/1/2023). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan sore awal pekan di permulaan Tahun 2023 ini berada di zona hijau dengan Naik tipis 0,01% atau ditutup meningkat 0,365 poin ke level 6.850,984. Republika/Prayogi

EKBIS.CO,  JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka di zona merah pada perdagangan Rabu (22/2/2023). IHSG terkoreksi ke level 6.873,26 dan terus melemah hingga ke level 6.852,67. 

Penurunan IHSG tertekan saham sektor teknologi yang terpangkas mendekati satu persen. GOTO jatuh lebih dari dua persen, kemudian BUKA menyusul dengan penyusutan sebesar 1,49 persen.

Baca Juga

Pelemahan IHSG sejalan dengan indeks saham di Asia pagi ini. "Indeks Asia dibuka turun mengikuti pergerakan indeks saham utama di Wall Street semalam yang ditutup anjlok," kata Phillip Sekuritas Indonesia, Rabu (22/2/2023).

Pasar saham global turun setelah imbal hasil (yield) surat utang Pemerintah AS (US Treasury Note) merangkak naik. Bagi S&P 500 dan NASDAQ, ini adalah penurunan selama tiga sesi perdagangan secara beruntun. Sementara bagi DJIA, penurunan semalam menghapus semua kenaikan yang di peroleh sepanjang 2023.

Di pasar obligasi, yield US Treasury Note bertenor 10 tahun lompat 12 bps menjadi di atas 3,9 persen, tertinggi sejak November 2022. Yield US Treasury Note bertenor dua tahun naik menjadi 4,72 persen, tertinggi sejak 2007 dari 4,62 persen pada hari Jumat.

Investor menginterpretasikan perbaikan pada data Purchasing Managers’ Index (PMI) bulan Februari sebagai reboundnya aktifitas usaha di AS. Hal ini berarti suku bunga akan tetap tinggi untuk waktu yang lebih lama dengan tujuan untuk mengendalikan inflasi.

Dengan tingkat inflasi yang masih jauh di atas target 2 persen dan roda ekonomi AS yang masih berputar kencang, pelaku pasar uang merevisi ke atas proyeksi puncak suku bunga Federal Funds Rate (FFR) menjadi 5,35 persen dan akan bertahan di level itu sepanjang tahun ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement