EKBIS.CO, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut industri manufaktur nasional terus berkembang dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 18,82 juta orang. Ini menunjukkan pertumbuhan signifikan dalam sektor industri manufaktur di Indonesia hingga Juni 2024.
"Selama Januari sampai Juni 2024, ekspor manufaktur mencapai 3/4 dari ekspor total atau setara dengan lebih dari 9 miliar dolar AS, dengan penyerapan tenaga kerja lebih dari 18,82 juta orang," kata Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri Kemenperin Andi Rizaldi pada pembukaan Indonesia 4.0 Conference and Expo 2024 di Jakarta, Selasa (27/8/2024).
Dia menyampaikan bahwa perkembangan sektor manufaktur sampai dengan bulan Juli 2024 menunjukkan tren yang baik. Sektor manufaktur sampai dengan kuartal I 2024 masih memberikan kontribusi yang terbesar di antara sektor ekonomi yang lain.
"Seperti sektor kesehatan, pariwisata, perdagangan dan lain sebagainya. Kontribusi industri pengolahan non migas terhadap PDB yaitu sebesar 17,47 persen, dengan pertumbuhan manufaktur sebesar 4,64 persen Kuartal II," ujarnya.
Dia menyebutkan bahwa sektor manufaktur juga memberikan kontribusi terbesar dari sisi penerimaan pajak mencapai 26,90 persen. Meski begitu, Andi tidak merinci secara detail kontribusi industri manufaktur.
"Kemudian realisasi investasi manufaktur sebesar 38,73 persen atau sekitar lebih dari Rp 150 triliun," tutur Andi.
Kemenperin menyatakan implementasi industri 4.0 berdampak positif pada aspek keberlanjutan (sustainability) di sektor manufaktur dengan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya, mengurangi limbah, dan meminimalkan dampak lingkungan.
“Dalam perspektif makro, aspek keberlanjutan dalam impIementasi industri 4.0 mencakup berbagai dimensi yang melibatkan peningkatan efisiensi sumber daya, pengurangan limbah, serta optimalisasi penggunaan energi dan material,” ucapnya.
Andi menuturkan, implementasi industri 4.0, dengan jaringan penciptaan nilai yang terhubung secara cerdas, memungkinkan terciptanya siklus hidup produk yang tertutup (closed-loop product life cycles) dan simbiosis industri.
Menurutnya, hal itu memungkinkan koordinasi yang lebih efisien dari aliran produk, material, energi, dan air di sepanjang siklus hidup produk serta antara berbagai pabrik.
"Dalam konteks ini, keberlanjutan di implementasi industri 4.0 tidak hanya berfokus pada dimensi lingkungan, tetapi juga mencakup dimensi ekonomi dan sosial,” ujarnya.
Model bisnis yang berkembang dalam industri 4.0 dapat mengintegrasikan keberlanjutan sebagai elemen inti. Bisnis yang berkelanjutan harus kompetitif dalam jangka panjang dan mampu memberikan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat.
Sedangkan dalam perspektif mikro, kata Andi, industri 4.0 memungkinkan pabrik dan proses produksi untuk lebih adaptif, efisien, dan ramah lingkungan, dengan fokus pada optimalisasi penggunaan sumber daya dan perbaikan kesejahteraan pekerja.
Sedangkan, di tingkat mikro, organisasi manufaktur diatur secara terdesentralisasi, yang memungkinkan alokasi sumber daya (produk, material, energi, dan air) yang lebih efisien untuk menyesuaikan penggunaan sumber daya secara dinamis, sesuai dengan kebutuhan yang spesifik.
"Keberlanjutan juga merupakan aspek yang diperhatikan dalam memilih lighthouse industri 4.0," kata Andi.