Kamis 21 Nov 2024 19:45 WIB

Akses Kredit Jadi Kendala Perempuan dalam Berwirausaha

Sebanyak 64 persen UMKM dikelola oleh perempuan.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Satria K Yudha
Pengunjung melihat produk UMKM saat Gebyar Kelompok Usaha Perempuan Mandiri (KURMA) di Alun alun Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (23/9/2022).
Foto: ANTARA/Umarul Faruq
Pengunjung melihat produk UMKM saat Gebyar Kelompok Usaha Perempuan Mandiri (KURMA) di Alun alun Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (23/9/2022).

EKBIS.CO,  JAKARTA – Perempuan Indonesia semakin menunjukkan peran penting dalam sektor ekonomi, terutama sebagai pengelola usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 mencatat, dari total 64,5 juta UMKM di Indonesia, lebih dari 64 persen dikelola oleh perempuan. Namun, mereka masih menghadapi tantangan besar, khususnya dalam akses terhadap pembiayaan dan pengelolaan kredit usaha.  

Wakil Kepala Misi AS untuk Indonesia Heather C. Merritt mengungkapkan, kendala utama yang dihadapi pengusaha perempuan terletak pada kurangnya riwayat kredit, keterbatasan jaminan, hingga ketidaktahuan dalam melengkapi dokumen untuk pengajuan pembiayaan. Hal ini menjadi penghalang besar bagi mereka untuk memperoleh modal awal dan modal pengembangan usaha.  

"Tantangan keuangan bagi setiap pengusaha UMKM adalah kebutuhan modal awal dan modal untuk berkembang. Terutama pebisnis wanita, kendalanya adalah kurangnya riwayat kredit, jaminan yang tidak cukup, dan terkadang kurang mengetahui cara melengkapi aplikasi untuk pembiayaan," ujarnya dalam talkshow yang diselenggarakan Pusat Kebudayaan Amerika @america di Jakarta, belum lama ini.

Kondisi ini diperparah oleh kesenjangan pendidikan, stereotip gender, serta tanggung jawab ganda sebagai pengusaha dan ibu rumah tangga. Komisaris Bank Jago Anika Faisal menegaskan, tantangan ini sering kali membuat perempuan harus bekerja lebih keras untuk mempertahankan bisnisnya.

"Menjadi pengusaha perempuan di Indonesia sangat sulit. Anda harus bekerja 24 jam dalam 7 hari," ujarnya.  

Meski demikian, Anika menyoroti potensi besar perempuan dalam mengelola keuangan. Survei OJK 2024 menunjukkan indeks literasi dan inklusi keuangan perempuan masing-masing sebesar 66,75 persen dan 76,0 persen, lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Namun, literasi yang tinggi ini belum cukup jika tidak dibarengi dengan pendampingan dan edukasi keuangan yang tepat.  

Sementara, Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Veronica Tan menekankan pentingnya pemberdayaan perempuan untuk meningkatkan kepercayaan diri mereka dalam mengelola usaha. “Menyelamatkan satu perempuan berarti menyelamatkan generasi. Kita perlu belajar bagaimana memberdayakan mereka, terutama dalam menghadapi tantangan bisnis yang berliku,” ungkapnya.  

Untuk mendukung pengusaha perempuan, diperlukan lebih banyak program edukasi dan pendampingan usaha. Tujuannya adalah agar perempuan tidak hanya mengenali manfaat produk keuangan, tetapi juga mampu memanfaatkan pembiayaan secara cerdas untuk pertumbuhan usaha yang berkelanjutan.  

Dengan kolaborasi pemerintah, lembaga keuangan, dan komunitas, pengusaha perempuan di Indonesia diharapkan dapat mengatasi hambatan kredit serta berkontribusi lebih besar dalam memperkuat perekonomian nasional. Dukungan yang tepat tidak hanya membuka peluang bagi mereka untuk berkembang, tetapi juga menjadikan mereka sebagai motor penggerak utama ekonomi bangsa.  

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement