EKBIS.CO, JAKARTA -- Presiden Prabowo Subianto pada Ahad (24/11/2024) mendarat di Bandara Halim Perdanakusumah dari kunjungan luar negerinya. Dua pekan berkeliling benua Amerika, Eropa, dan Asia, Presiden mengeklaim mengantongi komitmen investasi dari pebisnis maupun pemerintah negara tersebut. Tidak tanggung-tanggung, jumlahnya sekitar 18,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp 294 triliun.
Namun, patut diketahui bahwa jumlah tersebut belumlah riil. Angka itu merupakan akumulasi dari niat investasi investor asing yang perlu dijadikan investasi riil di Indonesia. Terkait hal tersebut, ekonom senior Indef Prof Didin S Damanhuri menyatakan pemerintah jangan keburu senang terlebih dulu. Sebab, kata Prof Didin, masih banyak yang perlu dilakukan di dalam negeri agar investasi dari kunjungan Prabowo itu benar-benar terwujud.
"Itu kan baru komitmen. Seperti biasa, ini harus diwujudkan dalam bentuk realisasi investasi," kata Didin kepada Republika, Ahad.
Paling tidak, Didin memaparkan, ada empat hal yang harus dilakukan Presiden Prabowo dan menteri-menterinya untuk benar-benar memasukkan ratusan triliun rupiah tersebut ke dalam negeri. Pertama adalah menyeleksi kembali investasi-investasi tersebut terkait dampaknya ke lingkungan Indonesia. Didin menggarisbawahi bahwa Indonesia butuh investasi, tapi tidak sekadar investasi yang merusak lingkungan. Pemerintah diminta jangan kendor dan harus selektif terhadap investor yang justru menambah beban emisi karbon Indonesia.
Kedua, Didin meminta pemerintah betul-betul mengatur arus investasi agar merata. Jangan lagi, kata dia, investasi yang masuk terpusat di daerah yang sudah padat investasi. Investasi baru yang masuk agar diarahkan kawasan baru, terutama di luar Jawa.
"Jangan sampai kumpul di daerah yang sudah padat. Jawa Barat itu sudah terlalu banyak. Cari wilayah yang lowong. Di luar Jawa, di Indonesia Timur," kata guru besar IPB ini.
Salah satu yang terpenting, lanjut Didin ada soal pembebasan lahan bagi investor. "Sering ini dikeluhkan, karena itu harus benar disiapkan dan dijalankan," kata dia. Pemerintahan Prabowo diminta untuk menyiapkan regulasi yang 'win-win' bagi investor dan rakyat. "Rakyat tidak boleh dirugikan dari implementasi investasi ini," kata dia, menekankan.
Keempat, Didin menyoroti soal sumber daya manusia (SDM) yang akan dilibatkan dalam investasi besar ini. Menurut Didin, dilihat dari jangka waktunya maka bisa saja investasi di atas terwujud dalam waktu lima tahun ke depan. Dengan demikian, kata dia, pemerintah punya cukup waktu untuk menyiapkan SDM lokal, selain dari kewajiban SDM dari negara bersangkutan. Jangan sampai investasi yang masuk memborong seluruh SDM pekerja dari negara bersangkutan. Ia meminta kementerian tenaga kerja dan kementerian investasi untuk melihat kembali data pengangguran terdidik Indonesia yang bisa disalurkan ke investasi tersebut.