EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah perlu mengantisipasi puncak polusi kota di Indonesia terutama Jabodetabek, yang cenderung terjadi pada puncak musim kemarau sekitar bulan Juni hingga Agustus setiap tahunnya, antara lain dengan mendorong peningkatan kualitas bahan bakar minyak (BBM) Indonesia ke standar Euro 4.
Hasil kajian yang dilakukan Institute for Essential Services Reform (IESR) bersama Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC UI), Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), dan Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menunjukkan penerapan BBM Euro 4 mulai dari tahun 2025 hingga tahun 2030 dapat mengurangi polusi udara di Jabodetabek.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa kepada media, di Jakarta, Selasa (17/12/2024), mengatakan penerapan BBM Euro 4 dapat menurunkan polutan particulate matter (PM) 2,5 hingga 96 persen serta SOx, NOx hingga 82-98 persen. Sedangkan apabila tanpa perubahan, beban polusi dari kendaraan diestimasi akan meningkat sekitar 30-40 persen pada 2030 nanti, dikarenakan peningkatan jumlah kendaraan dan jumlah aktivitas transportasi.
Menurut Fabby Tumiwa, polusi udara di Jakarta telah menambah beban biaya kesehatan terkait polusi, seperti pneumonia, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan penyakit jantung iskemik.
Data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menunjukkan klaim pengobatan terkait polusi udara di Jakarta hampir mencapai Rp1,2 triliun pada 2023, dengan penyakit jantung iskemik berkontribusi sebesar Rp471 miliar dan penyakit influenza, serta pneumonia sebesar Rp409 miliar.
Oleh karena itu, Indonesia perlu segera menerapkan Euro 4 dengan didukung kebijakan yang terintegrasi, disertai dengan pengawasan dan penegakan aturan yang ketat, katanya lagi.
"Pemerintah perlu memastikan kesiapan kilang domestik untuk memenuhi BBM Euro 4. Meski membutuhkan investasi signifikan, kolaborasi pemerintah dan swasta dalam teknologi serta infrastruktur kilang akan membawa manfaat yang jauh lebih besar bagi lingkungan, kesehatan, dan ekonomi,” ujar Fabby.
Ilham Surya, Analis Kebijakan Lingkungan IESR, dalam pemaparannya menyebutkan bahwa penerapan Euro 4 akan berimplikasi pada peningkatan biaya produksi BBM sekitar Rp200-Rp500 per liter. Oleh karena itu, pemerintah perlu mempersiapkan ruang fiskal untuk mengantisipasi dampak ekonomi dari penerapan peta jalan Euro 4 tersebut.
Selain itu, pemerintah juga perlu menyiapkan skema pembiayaan peningkatan biaya produksi BBM dengan berbagai skenario, seperti tambahan biaya jika ditanggung oleh pemerintah, dibebankan kepada konsumen atau dengan membatasi akses BBM bersubsidi bagi kelompok masyarakat tertentu.
“Kajian ini secara khusus menilai dampak peningkatan kualitas udara terhadap tiga penyakit dari 12 daftar penyakit akibat polusi di Jakarta, yaitu pneumonia, jantung iskemik, dan PPOK. Total penurunan beban biaya dari pengurangan klaim BPJS untuk pengobatan ketiga penyakit ini pada 2030 diperkirakan mencapai Rp 550 miliar dengan rincian pneumonia sebesar Rp 246 miliar, jantung iskemik sebesar Rp 268 miliar, dan PPOK Rp 36 miliar,” kata Ilham.
Kajian ini mendorong pemerintah untuk menerapkan Euro 4 dengan memastikan ketersediaan BBM Euro 4 sesuai peta jalan, serta kesiapan kilang domestik untuk menyediakannya.
Meskipun peningkatan kualitas BBM ini merupakan langkah yang krusial, menurut Ilham, langkah tersebut perlu didukung dengan berbagai kebijakan transportasi berkelanjutan lainnya, termasuk penyediaan transportasi publik yang nyaman, pengetatan baku mutu emisi dan efisiensi bahan bakar (fuel economy) kendaraan bermotor, pengalihan ke kendaraan listrik, serta penerapan manajemen lalu lintas yang ramah lingkungan.
Direktur Pembinaan Program Migas Kementerian ESDM Mirza Mahendra menyatakan upaya peningkatan kualitas BBM dilakukan secara bertahap sesuai peta jalan yang sudah dibuat. Langkah tersebut dibarengi dengan berbagai kebijakan yang juga mengarah pada upaya menekan polusi dari sektor transportasi.
"Misalnya mendorong konversi motor konvensional menjadi motor listrik atau pengembangan transportasi publik. Jadi bukan hanya dari BBM tetapi juga aspek lainnya," kata Mirza pula.