JAKARTA--Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menengarai adanya potensi kerugian negara sebesar Rp16,26 triliun pada semester II 2009.
"Total temuan dari 769 obyek yang diperiksa BPK adalah sebanyak 10.498 kasus senilai Rp46,55 triliun. Diantara temuan tersebut, yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian dan kekurangan penerimaan sebesanyak 4.494 senilai Rp16,26 triliun," kata Ketua BPK, Hadi Purnomo saat melaporkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II 2009 dalam rapat paripurna di Jakarta, Selasa (13/4).
Pada semester II 2009, BPK memeriksa 769 objek pemeriksaan teridiri dari pengelolaan dan tamggung jawab keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan Badan Layanan Umum (BLU) dengan 10.948 temuan senilai Rp46,55 triliun.
Sementara itu untuk pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT), BPK memeriksa sebanyak 497 objek permiksaan yang teridir dari 126 objek pada pemerintah pusat, 312 objek pemerintah daerah (provinsi, kabupaten dan kotamadya), 23 BUMN, 35 BUMD dan satu BHMN.
Dalam PDTT yang ditengarai memiliki potensi kerugian negara sebesar Rp14,81 triliun, terdapat bebrapa kasus yang dinilai signifikan. Pertama, adanya kekurangan penerimaan senilai Rp50,84 triliun, dan sanksi dena sebesar Rp130,95 miliar dari tebangan kayu yang tidak dilaporkan oleh Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten/Kota Jambi, PT WKS, PT RHM dan PT TMA.
Kedua, penggunaan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp147,33 miliar oleh 12 perguruan tinggi. Ketiga, adanya 123 bidang tanah senilai Rp63,34 miliar di Bengkulu belum jelas status kepemilikannya.
Keempat, pada pemeriksaan program jaminan kesehatan masyarakat, biaya operasional sebesar Rp51,09 miliar yang dikeluarkan PT Askes belum diikat perjanjian kerjasam dengan kementrian kesehatan.
Kelima, pemeriksaan investigasi kasus Bank Century yang menyimpulkan Bank Indonesia tidak tegas.
Keenam, pengelolaan biaya haji yang tidak tepat sebesar Rp480,25 juta karena pembayaran kompensasi biaya hidup kepada jemaah haji yang melebihi 39 hari akibat kesalahan Garuda, belum dibagikan kepada jemaah haji oleh panitia penyelenggaran haji.
Ketujuh, koreksi cost recovery pada kontraktor kontrak kerjasama (KKS) TI senilai Rp3,42 miliar dan 235,53 ribu dolar AS dan 5,3 ribu dolar Singapura.