EKBIS.CO, Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi UI (LM FEUI) menyatakan, hanya segelintir BUMN yang mampu menjadi perusahaan kelas dunia.
"Dari 141 BUMN, hanya 20 persen yang mampu bersaing menuju perusahaan menuju 'world class company', kata ekonom LM FE UI, Willem Makaliwe, usai seminar "Mapping BUMN Menuju Anatomi BUMN Menuju World Class Company", di Jakarta, Rabu. Willem menjelaskan, selain karena budaya korporasi yang belum bisa menyesuaikan dengan keinginan pasar, BUMN juga masih dijejali kepentingan politik.
Menurutnya, dari sisi kinerja keuangan hanya sekitar 30 perusahaan BUMN yang bisa diharapkan memberikan sumbangan besar terhadap perekonomian, sedangkan selebihnya hanya mampu untuk memenuhi biaya operasional saja, dan bahkan ada yang mengalami kerugian selama ber tahun-tahun.
Berdasarkan pemetaan LM FEUI, setidaknya tiga hal pokok yang harus dijalankan pemerintah dalam membenahi kinerja BUMN yaitu pembentukan holding (induk usaha), pemisahan BUMN profit dan non profit, serta mengurangi tekanan politik. "Tiga langkah perbaikan ini diharapkan menjadi kunci peningkatan kinerja dan daya saing BUMN," kata Ketua LM FEUI, IGN Heruwasto.
Ia menjelaskan, pembentukan holding harus dibuat efektif dan efisien, sehingga membentuk skala usaha yang lebih besar dari sisi aset, pendanaan, dan pasar. Pemerintah saat ini dinilai tidak memiliki ketegasan, bahwa seluruh BUMN harus untung. "Ada BUMN yang ditugasi mencari untung, namun disisi lain juga sebagai pelaksana pelayanan publik (PSO)," tegas Heruwasto.
Sementara itu, Analyst Equity Reseacrh PT Danareksa Sekuritas, Chandra Pasaribu, berpendapat, pemerintah diminta mendorong BUMN melakukan privatisasi melalui pola penawaran saham perdana kepada publik (IPO).
"Selain untuk transparansi pengelolaan, IPO juga dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan karena ada pengawasan dari pemegang saham publik," kata Chandra.
Dengan "go public", pengelolaan BUMN lebih mudah diawasi, sehingga aspek transparansi menjadi hal yang mutlak.
Menurut Chandra, kinerja 16 BUMN yang sudah mencatat saham di Bursa Efek Indonesia terbukti dapat lebih baik dibanding perusahaan sejenis di pasar modal. Dari 16 BUMN "go public", terdapat 12 BUMN yang memiliki performa cukup baik, bahkan tingkat pendapatannya melebih perusahaan swasta.
Meski ada nada pesimisme bahwa perusahaan "plat merah" sulit menuju kelas dunia, namun Deputi BUMN Bidang Privatisasi dan Restrukturisasi, Mahmudin Yasin, beranggapan perusahaan milik negara tetap punya potensi besar. "Pembenahan BUMN dari waktu ke waktu semakin bagus, tercermin dari peningkatan aset, laba bersih seluruh BUMN," kata Mahmudin.
Jika pada 2009 laba bersih seluruh BUMN mencapai Rp74 triliun, maka pada 2010 diperkirakan mencapai Rp92 triliun. Demikian pendapatan usaha ditargetkan menjadi Rp1.050 triliun, tumbuh sekitar 13 persen dari pendapatan 2009 sebesar Rp930 triliun.
Adapun total aktiva pada 2010 ditargetkan sebesar Rp2.400 triliun, meningkat 11,6 persen dari proyeksi Rp2.150 triliun.
"Harus diakui, peran BUMN terhadap perekonomian terus membesar, tercermin dari pendapatan Rp930 triliun, setara dengan 17 persen dari PDB, dan aset Rp2.400 triliun setara 40 persen PDB," katanya.
Ia mengakui, bahwa sulit menetapkan parameter perusahaan kelas dunia. Namun, Kementerian BUMN menetapkan empat inisiatif dalam menuju "world class", yaitu tranformasi budaya perusahaan, restrukturisasi berkelanjutan, privatisasi, dan penilaian atas unsur rentabilitas, likuiditas, dan solvabilitas.