EKBIS.CO, JAKARTA--Petani kakao yang tergabung dalam Asosiasi Kakao Fermentasi Indonesia (AKFI) meminta pemerintah agar tidak membatalkan atau menunda pemberlakuan bea keluar kakao. Ketua Umum AKFI, Syamsuddin M Said, mengatakan pemberlakuan bea keluar justru menguntungkan petani kakao yang melakukan proses fermentasi sebelum menjual produksinya.
''Waktu tidak ada bea keluar, eksportir lebih memilih kualitas kakao yang rendah sehingga harga di tingkat petani menjadi rendah. Sekarang, setelah ada bea keluar, petani tidak bisa lagi dipermainkan eksportir,'' kata Syamsuddin di Jakarta, Senin (7/6).
Sebelum ada bea keluar, dia melanjutkan, eksportir mengurangi harga kakao fermentasi sebesar 300 dolar AS sampai 400 dolar AS per ton. Bila petani tak mau memberikan potongan harga tersebut maka eksportir memilih membeli kakao yang bermutu lebih rendah. ''Petani jadi tersudut karena dipermainkan,'' kecamnya.
Kini setelah ada bea keluar, petani bisa memastikan harga jual kakao. Selain itu, petani juga terdorong untuk meningkatkan kualitas kakaonya melalui proses fermentasi. ''Semua ini akan meningkatkan harga jual,'' katanya.
Berdasarkan Peraturan Menteri keuangan No. 67/PMK.011/2010 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar, ekspor biji kakao dikenakan bea keluar mulai April. Berdasar peraturan itu, bea keluar kakao diberlakukan berjenjang. Pengapalan biji kakao tidak akan dikenakan bea keluar jika harga biji kakao di pasar dunia kurang dari dua ribu dolar AS per ton.
Namun jika harga biji kakao di pasar dunia berkisar antara dua ribu doalar AS sampai 2.750 dolar AS per ton, maka bea keluar ditetapkan lima persen. Kakao akan terkena bea keluar 10 persen apabila harga biji kakao di pasaran berkisar antara 2.750 dolar AS sampai 3.500 dolar AS per ton. Saat ini, harga biji kakao berada di atas 3.500 dolar AS per ton, sehingga biaya pengapalan dikenakan 15 persen.