EKBIS.CO, JAKARTA--Chief Executive Officer PT Medco Energi Corporation Arifin Panigoro, mengakui, berat bagi pengusaha dalam mengupayakan biofuel agar bisa bertahan sebagai energi alternatif saat ini. "Minyak sawit paling gampang dibuat jadi biodiesel, tapi berat untuk saat ini," kata Arifin yang oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dianugerahi gelar Perekayasa Utama Kehormatan (PUK) di Jakarta, Kamis.
Karena jauh lebih untung mengekspor minyak sawit ke luar negeri daripada menjadikannya biodiesel, berhubung harga sawit mencapai di atas 100 dolar AS per barrel, ujarnya.
Sedangkan untuk memproduksi bioetanol juga sulit karena akan ada tarik-menarik dengan kebutuhan masyarakat akan pangan, berhubung bahan baku bioetanol berasal dari tanaman pangan seperti singkong, tebu, jagung dan lainnya.
Ia mencontohkan, saat AS menjadikan jagung sebagai bioetanol secara besar-besaran dan tiba-tiba membuat harga jagung melonjak.
Demikian pula ketika pihaknya mengembangkan tanaman singkong di Lampung untuk bioetanol, dimana harga singkong yang di masa lalu hanya Rp200 per kg sekarang naik jadi Rp800 per kg, harga yang makin tinggi ini semakin tidak menarik bagi pengusaha energi fosil.
"Di Lampung kita punya 10 ribu ha lahan, tapi hanya menghasilkan 1.000 barel bioetanol per hari. Jadi kalau mau jadi sejuta barel per hari perlu berapa ha lagikah?. Ini jadi kendala pengembangan bioetanol," katanya.
Namun ia menegaskan, bahwa energi alternatif merupakan suatu keharusan untuk dikembangkan, hal itu karena cadangan energi fosil di Indonesia semakin minim. "Indonesia beda dengan Arab, Irak dan Rusia, yang di sana kembali ditemukan cadangan minyak, atau Brazil dan Angola yang sebelumnya tak ada menjadi berlimpah minyak. Jadi Indonesia wajib," katanya.
Mengenai pengembangan biofuel yang sekarang mandek, menurut dia, tetap harus ada lahan yang dimanfaatkan untuk pengembangan biofuel selain lahan untuk pangan. Pihaknya juga sedang mengembangkan bioetanol dari jagung di Merauke Papua, dengan melibatkan ahli dari IPB untuk meneliti kesesuaian lahan dan ITB untuk sistem irigasi serta Conservation International.