EKBIS.CO, MEDAN--Sayuran dan buah-buahan asal Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, (Sumut) dinilai potensial untuk memasok kebutuhan pasar domestik di Singapura. Prospek ini muncul setelah perkembangan pangsa pasar sayuran dan buah-buahan di Negeri Singa itu, sampai kini masih belum jenuh, dan terbuka cukup lebar untuk dimasuki, terutama oleh Sumut yang secara geografis lebih dekat dengan Singapura.
“Sayur-sayuran asal Sumut punya peluang besar untuk menyuplai pasar domestik di Singapura. Selain kedekatan wilayah, produk sayuran asal Sumut di Singapura sampai kini masih sangat diminati,” ujar Menteri Pertanian Suswono ketika menghadiri peringatan Hari Perkebunan ke 53 di Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP) Sumut di Jalan Willem Iskandar/Pancing Medan, sebagaimana siaran pers Humas Pemprov Sabtu (11/12).
Acara itu dihadiri Wakil Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho, Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasir Limpo, Wakil Gubernur Kalimantan Tengah Achmad Diran, Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Gamal Naser, para direktur PTPN se Sumut, pimpinan Unit Kerja Pemprovsu, dan sejumlah stakeholders bidang perkebunan di Sumut.
Menurut Suswono, pemerintah khususnya Kementerian Pertanian, akan memokuskan produktivitas hortikultura di Tanah Air kepada peningkatan daya saing, dan nilai tambah. Salah satu daerah yang dinilai punya prospek untuk menggapai produktivitas dimaksud, adalah Berastagi, Kabupaten Karo, Sumut.
Berastagi, diakui Suswono adalah satu dari banyak daerah di Indonesia yang menghasilkan sayuran, dan buah-buahan tropis yang terbaik. Tak hanya itu, produk sayuran dan buah-buahan tersebut juga sangat diminati negara-negara subtropis, termasuk Eropa. “Karenanya produktivitas hortikultura ke depan yang difokuskan kepada orientasi ekspor, paling tidak harus bisa mencapai 10 persen pada 2011, dan target ini kita harapkan bisa dipenuhi petani dari Berastagi,” ucap Mentan.
Kepala Dinas Pertanian Sumut, Muhammad Roems, selama ini hasil pertanian daerah itu, khususnya dari Berastagi memang sudah lama masuk ke Singapura. Tapi sayangnya, ekspor produk pertanian itu tidak memberi keuntungan signifikan kepada petani, karena sejumlah pengusaha asing langsung membeli produk petani itu ke dalam negeri, antara lain melalui pelabuhan laut Tanjung Balai.
Praktik pengusaha asing mencaplok ekspor produk pertanian Sumut, khususnya Berastagi itu bisa berlangsungnya akibat tidaknya adanya koordinasi antara pihak kompeten, seperti Kamar Dagang dan Industri (Kadin), serta balai karantina. “Karenanya, ke depan kita akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait itu. Sehingga pendataan arus pasar dan barang menjadi lebih terinci, dan dampaknya bisa memberikan keuntungan yang lebih kepada petani di dalam negeri,” jelasnya.
Roems mengaku akibat tidak terdatanya ekspor sayuran dan buah-buahan itu, petani dan Pemprov Sumut dirugikan. Sebab, dengan cara membeli langsung kepada petani di dalam negeri, maka pengusaha asing bisa memperoleh keuntungan sekitar 30 persen dari harga beli.
“Contoh, bila diasumsikan harga satu kilogram sayur-sayuran, dan buah-buah yang dibeli pengusaha asing itu sekitar Rp10, maka saat menjualnya di luar negeri, harganya bisa melonjak 30 persen, atau dijual dengan harga Rp40. Kalau keuntungan sebesar 30 persen ini langsung diterima petani, tentu akan lebih meningkatkan gairah untuk bertanam lebih baik,” katanya.