Selasa 11 Jan 2011 03:37 WIB

Wapres Nilai Pertumbuhan Ekonomi 6,4 Persen Terlampau Rendah

Rep: Yasmina Hasni/ Red: Djibril Muhammad
Wapres Boediono
Foto: Antara
Wapres Boediono

EKBIS.CO, JAKARTA--Wakil Presiden Boediono menganggap pertumbuhan ekonomi 2011 sebesar 6,4 persen terlampau rendah. Hal itu diungkapkannya karena menilai bahwa Indonesia memiliki potensi ekonomi yang besar. "Saya melihat Indonesia kemampuannya jauh dari apa, yang kita capai," katanya saat menutup pengarahan menteri koordinator di Jakarta Convention Center, Senin (10/1).

Menurut Boediono, kuncinya adalah menggunakan energi yang sebaik mungkin, termasuk energi sosial. Artinya, tambah dia, energi yang luar biasa dan membawa bangsa kepada kemerdekaan dengan bambu runcing. "Energi yang tidak kelihatan," katanya.

Hal itu juga menjadi salah satu landasan mencapai potensi yang lebih baik lagi. Bahkan, menurut Wapres, 7-8 persen per tahun tidak mustahil bagi Indonesia.

Pada sesi pertama arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rapat kerja dengan kepala daerah seluruh Indonesia, Presiden menyebutkan sasaran pertumbuhan ekonomi pada 2011 adalah 6,4 persen. SBY juga menyebutkan target inflasi sebesar 5,3 persen, pengangguran tujuh persen, dan angka kemiskinan 11,5 - 12,5 persen.

Sasaran itu, bagi Presiden, dicapai dengan sumber daya finansial APBN Tahun 2011 sebesar Rp 1.229,6 triliun atau 9,2 persen lebih tinggi dari APBN 2010. Sebelumnya, Presiden menjelaskan juga bahwa ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan misi pemeirntah tahun ini.

"Sasaran yang ditetapkan pertumbuhan inflasi pengangguran, kemikinan dan sasaran lalin, itu tidak ringan tetapi achiveable," katanya.

Sasaran itu juga, tambahnya, dapat dicapai dengan asusmsi seperti faktor global yaitu diharapkan tidak ada krisis baru dunia. "Saya berharap juga tidak ada inflasi, pangan dan energi, termasuk energi yang terkelola," menurut Presiden.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement