EKBIS.CO, JAKARTA--Chief Economist dan Managing Director for Economy and Currency Research Bank DBS, David Carbon memprediksi laju inflasi Indonesia hingga akhir tahun bisa mencapai angka 7 persen. "Potensi kenaikan tingkat inflasi akan semakin terakselerasi di 2011," ujarnya dalam paparan ekonomi di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, potensi inflasi diakibatkan tingginya harga komoditas akibat cuaca yang tidak dapat diprediksi dan aliran modal yang semakin deras sehingga bisa menyebabkan penguatan nilai tukar mata uang. "Pemerintah harus menyiagakan ketahanan pangan agar harga tidak meningkat tajam, dan bank sentral dengan kebijakan moneternya harus mewaspadai inflasi inti," ujarnya.
David melihat bahwa dalam jangka waktu dekat, naiknya laju inflasi tidak diimbangi dengan kenaikan suku bunga di Indonesia serta sebagian besar negara Asia. "Indonesia dan Cina termasuk negara-negara yang kenaikan suku bunganya paling lambat," ujarnya.
Menurut David pada 2011, akan ada 40 kenaikan suku bunga di Asia, termasuk suku bunga acuan BI (BI Rate) di Indonesia yang diramalkan akan naik sebesar 150 basis poin menjadi 8 persen pada akhir tahun. "Dalam setahun terakhir Bank Indonesia mempertahankan BI Rate dan kemungkinan pada 2011 akan naik hingga 150 basis poin dari sebelumnya 6,5 persen," ujarnya.
Selain itu, dalam beberapa tahun mendatang, ia mengatakan arus modal asing yang masuk ke Asia akan semakin kuat disebabkan adanya kebijakan capital easing serta daya tarik Asia yang menjadi poros ekonomi baru setelah krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
"Arus dana masuk ini akan berdampak positif terhadap apresiasi nilai tukar mata uang, walaupun dalam jangka pendek akan mengakibatkan tekanan pada tingkat suku bunga," ujar David.
Untuk itu, dia mengatakan, ini menjadi tantangan untuk bank sentral di negara-negara Asia, dalam meningkatkan suku bunga untuk menekan inflasi. "Kebijakan bank sentral dalam mengelola dana masuk akan menjadi faktor penting dalam menjaga keseimbangan antara inflasi dan suku bunga,"
David menjelaskan dengan adanya arus modal asing yang sangat kuat, kemungkinan nilai tukar rupiah sepanjang tahun dapat terapresiasi hingga level Rp8.700. "Rupiah akan menguat terhadap dolar AS sebesar lima persen dan mencapai Rp8.700 dengan kemungkinan lebih," ujarnya.
Sementara, ia menambahkan, tingginya permintaan minyak mentah dunia dari Asia akan mendorong kenaikan harga minyak sebesar 10 dolar AS per barel setiap tahun untuk lima tahun mendatang.
"Asumsi perkiraan harga ICP minyak untuk tahun ini bisa mencapai 90-95 dolar AS per barel, dan kenaikannya bisa mencapai 10 dolar AS per tahun," ujarnya.
Untuk 2011, ia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6,2 persen dengan catatan pemerintah dan Bank Indonesia mampu mengelola arus modal dan menahan laju inflasi. "Tahun ini bisa mencapai 6 persen dan 2011 pertumbuhan Indonesia dibantu dengan konsumsi dalam negeri yang sedang meningkat, bisa mencapai 6,2 persen," ujar David.
Secara keseluruhan dalam lima tahun mendatang, David mengatakan pertumbuhan dan inflasi akan berada di atas rata-rata dan nilai tukar mata uang menguat sebesar 5 persen per tahun di Asia.
"Asia di masa mendatang tidak akan tergantung AS dan Eropa dan permintaan dalam negeri akan membantu secara keseluruhan. Asalkan mampu melakukan pengelolaan fiskal dengan baik, pertumbuhan di Asia akan lebih tinggi dari 8,2 persen di 2010," ujarnya.