EKBIS.CO, JAKARTA--Kepala Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Firdaus Djaelani mengatakan saat ini ada sekitar 1.989 bank, yang terdiri atas 121 Bank umum dan 1.868 Bank Perkreditan Rakyat (BPR), menjadi peserta penjaminan LPS. "Ini sebagai bagian dari undang-undang, setiap bank yang menjalankan kegiatan usaha di wilayah RI wajib menjadi peserta penjaminan LPS dan saat ini jumlahnya mencapai 1.989 bank," ujarnya dalam pertemuan antar media di Jakarta, Rabu.
Firdaus menjelaskan dari 1.989 bank tersebut, LPS menjamin sekitar 97,2 juta rekening nasabah dengan total nominal sebesar Rp1.436,2 triliun. Ia menambahkan, sejak efektif berdirinya, LPS telah menjamin sebanyak 31 bank yang dicabut izin usahanya oleh Bank Indonesia (BI) yang terdiri atas 30 BPR dan 1 bank umum. "Pada 2010 kami menjamin 10 BPR dan sebelumnya pada 2009, kami menjamin 5 BPR dan 1 bank umum," ujarnya.
Menurut dia, total simpanan 31 bank yang dilikuidasi tersebut mencapai Rp1,01 triliun dan yang dibayar LPS adalah sebesar Rp585 miliar dan tidak dibayar penjaminannya mencapai Rp434 miliar.
"Dari jumlah yang tidak dibayar penjaminannya, karena disebabkan nasabah memiliki simpanan diatas batas penjaminan LPS sebesar Rp2 miliar yaitu Rp220 miliar, dan tidak layak bayar Rp214 miliar," ujar Firdaus.
Ia menjelaskan, LPS tidak membayar nasabah atau tidak layak bayar, karena bank memiliki suku bunga penjaminan diatas suku bunga LPS yang saat ini ditetapkan sebesar 7 persen serta nasabah memiliki kredit macet yang lebih besar dari simpanan. "Faktor terbesar tidak layak bayar karena bank memiliki suku bunga penjaminan di atas LPS rate. Itu mencapai 91 persen keseluruhan kasus dibandingkan faktor tidak ada aliran dana masuk atau rekening sudah tidak aktif dan kredit macet," ujarnya.
Ia juga menjelaskan faktor-faktor penyebab bank tersebut harus dibantu akibat likuidasi, yaitu karena adanya pelanggaran prudential banking, manipulasi keuangan yang dilakukan manajemen atau pemilik berupa pemberian kredit fiktif. Kemudian, penggunaan uang bank untuk kepentingan pribadi pemiliki atau pengurus bank, simpanan nasabah yang digelapkan atau tidak disetorkan ke bank dan kredit-kredit macet tanpa angunan dan atau perikatannya lemah.
"LPS menjamin simpanan nasabah penyimpan namun kami bukan lapisan terdepan dalam pengawasan perbankan. Kami tetap menginginkan pengawasan bank yang prudent, tetap nomer satu, untuk mencegah terulangnya krisis. Jadi ini membutuhkan regulasi yang tepat. Barulah kalau bank itu jatuh, LPS maju," ujar Firdaus.
Ia juga mengatakan, pemerintah sedang mencari waktu yang tepat untuk menurunkan nilai penjaminan dana nasabah perbankan yang saat ini mencapai Rp2 miliar. "Saat ini pemerintah masih mencari waktu yang tepat dan memang dari sisi perekonomian sudah sangat berbeda dari 2008 ketika hampir terjadi krisis," ujar Firdaus.
Menurut dia, yang bisa mengubah skema penjaminan adalah pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan itu akan dilakukan berdasarkan saran dari LPS.