EKBIS.CO, BOGOR - Pemerintah memperkirakan total kebutuhan belanja negara pada 2012 akan mencapai Rp 1.353 triliun, untuk dua komponen yakni belanja pemerintah pusat dan transfer daerah. Jumlah tersebut naik dari perkiraan total kebutuhan belanja di 2011 yang sebesar Rp 1.229 triliun. Maka, rencananya, kekurangan tersebut akan ditutup dari penerimaan berkisar Rp 1.242 - Rp 1.259 triliun dan sisanya Rp 111 triliun dari utang.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, penerimaan negara sendiri diproyeksi sebesar Rp 1.242 triliun, meningkat dari Rp 1.104 triliun pada 2010. Jumlah itu, menurutnya, merujuk dalam pagu indikatif anggaran pendapatan dan belanja negara 2012, yang terdapat dua buah alternatif. Yakni, pada asumsi harga minyak mentah Indonesia(ICP) yang akan dipakai 85 dolar AS per barel atau 95 Dolar AS per barel.
Apabila ICP yang dipakai 85 dolar AS per barel, maka penerimaan negara diproyeksi sebesar Rp 1.242 triliun. Namun, apabila menggunakan ICP 95 dolar AS per barel, katanya, maka penerimaan negara bisa mencapai Rp 1.259 triliun. Menurut Agus, target indikatif penerimaan negara tersebut akan digunakan untuk menutup kebutuhan belanja negara yang mengalami peningkatan.
Artinya, akan ada defisit anggaran sekitar Rp 111 triliun karena pengeluaran lebih besar dari pemasukan. "Itu akan dibiayai oleh utang yang mencapai Rp 111 triliun pada 2012," katanya di Istana Bogor, Selasa (29/3).
Selain itu, kata dia, tax ratio saat ini 12,1 persen pun menjadi tantangan untuk ditingkatkan. Mengingat di negara-negara maju, rasio perpajakannya telah mencapai 25-35 persen. Sebab, apabila penerimaan negara lebih besar, maka pemerintah akan mampu melakukan belanja yang lebih besar.
Menkeu menekankan pentingnya seluruh kementerian/lembaga (K/L) mengoptimalkan belanjanya untuk kegiatan yang benar-benar prioritas. Pada 2012, alokasi anggaran belanja K/L direncanakan sekitar Rp 457 triliun. "Untuk belanja non-K/L ternyata ada pos-pos pengeluaran seperti subsidi Rp 187 triliun, bayar bunga utang Rp 115 triliun," tambahnya.
Selain itu, Agus juga memaparkan bahwa dengan total anggran sebesar Rp 1.229 triliun di 2011, didominasi belanja pemerintah yang terikat sebesar 74 persen dari jumlah itu. "Sisanya belum terikat," kata dia.
Belanja yang terikat itu, menurut dia, paling besar dilakukan untuk transfer daerah, membayar bunga, belanja pegawai, dan subsidi. Jadi, katanya, belanja terikat yang tak bisa ditolak adalah sebesar Rp 912 triliun. Sementara, belanja yang tidak mengikat sebesar Rp 317 triliun, termasuk utang Rp 116 triliun.