EKBIS.CO, JAKARTA - Pemerintah diingatkan agar menyerahkan pengelolaan Blok West Madura kepada perusahaan nasional karena perusahaan dalam negeri, termasuk Pertamina memiliki kemampuan untuk mengelolanya. Demikian disampaikan mantan Anggota DPD RI Marwan Batubara, anggota Komisi VI DPR, Chandra Tirta Wijaya dan pengamat perminyakan, Kurtubi, dalam diskusi di Gedung DPD RI di Senayan Jakarta, Rabu (6/4).
Perusahaan Kodeco asal Korea Selatan akan mengakhiri posisinya sebagai operator selama 30 tahun pada 7 Mei 2011. Oleh karena itu, Marwan Batubara yang kini mendirikan Indonesia Resources Studies (Iress) mendesak pemerintah tidak menyerahkan pengelolaan Blok Migas West Madura Offshore (WMO) ke pihak asing lagi.
Pemerintah dinilai harus menyerahkan pengelolaan migas di Blok WMO itu ke Pertamina, sebagai perusahaan negara. Dalam UU Migas No. 22/2001 dan peraturan di bawahnya, Pertamina sebagai perusahaan milik negara diberi hak istimewa oleh pemerintah untuk mengajukan permohonan pengelolaan blok yang kedaluwarsa namun masih mempunyai nilai ekonomi.
Menurut dia, Pertamina telah mengajukan permohonan kepada pemerintah (Menteri ESDM) untuk dapat mengelola 100 persen Blok WMO tersebut pascaterminasi berakhirnya kontrak ini 6 Mei 2011. Namun pemerintah belum juga menanggapi pihak Pertamina tersebut.
Marwan mengatakan, Kodeco dan CNOOC asal Cina melakukan farm out sebelum pemutusan akhir JOA (hal ini disetujui oleh BP Migas). Patut dicurigai bahwa kedua perusahaan asing tersebut mengeruk keuntungan yang sangat besar apabila signature bonus yang ditetapkan oleh pemerintah hanya 5 juta dolar AS.
"Terlebih jika Pertamina juga dipaksa ikut membayar itu, maka kedua perusahaan asing tersebut sama saja hanya membayar 2 juta dolar AS. "Sehingga langkah merugikan negara ini juga mesti diusut dan diaudit. Pejabat yang terlibat dalam proses farm in/out harus diklarifikasi dan diinvestigasi," ujarnya.
Kurtubi menyatakan, kebiasaan menyerahkan pengelolaan dan pengusahaan potensi minyak dan gas kepada asing merupakan perilaku kolonial. Praktek itu dilakukan Belanda saat menjajah Indonesia yang menyerahkan pengelolaan migas kepada perusahaan swasta. Pemerintah saat itu hanya memperoleh sedikit royalti dan pajak.
Dia menegaskan, budaya dan prilaku kolonial harus dibersihkan dari kebijakan dan pengelolaan migas nasional. "Karena itu, Blok WMO harus dikelola sendiri. Itu 'kan tinggal produksi, tinggal sedot, tak ada risiko, supaya ngucur ke Pertamina," katanya.
Dia menegaskan, kebiasaan pejabat Indonesia menyerahkan pengelolaan migas kepada perusahaan asing patut dicurigai karena ada potensi permainan uang. Sehingga, imbuhnya, KPK harus mengusut suap dari perusahaan migas internasional kepada pejabat pemerintah.