EKBIS.CO, MENADO - Kenaikan harga cengkih yang hingga akhir pekan ini bertengger pada posisi Rp75 ribu/Kg memicu petani untuk kiat intensif mengolah areal perkebunan cengkih yang mereka miliki.
"Dampak kenaikan harga cengkih memberi motivasi bagi petani untuk mengolah lahan perkebunan dan melakukan peremajaan tanaman, guna memacu produksi di kemudian hari," kata Absalom Lumi, petani cengkih di Kecamatan Tombulu, Minahasa, Jumat.
Harga yang makin mahal, kata Absalom memberi harapan baru bagi petani cengkih bahwa komoditas andalan ini punya prospek cerah di kemudian hari. Karena itu banyak yang mulai membuka lahan perkebunan cengkih setelah selama beberapa tahun dibiarkan telantar.
Komoditas andalan masyarakat Sulut ini, sejak April 2011 terus mengalami kenaikan harga dengan kontraksi yang cukup tinggi, dalam satu pekan terakhir ini telah mengalami kenaikan berkisar Rp5.000 per kilogram.
"Akhir pekan lalu harga cengkih masih di kisaran Rp70 ribu, tetapi pada akhir pekan ini melonjak menjadi Rp75 ribu per kilogram," kata Gustav Karinda, pedagang pembeli cengkih di Manado.
Kenaikan harga cengkih yang demikian cepat tersebut, kata para pedagang disebabkan permintaan pabrik rokok dan konsumen lainnya yang sangat tinggi. Sementara penawaran atau pasokan dari petani terus berkurang.
"Produksi cengkih saat panen raya tahun lalu berkisar 15 ribu ton, dari jumlah tersebut sebagian besar sudah dilepas petani pada akhir tahun 2010 lalu, dan hanya petani bermodal menengah saja yang masih menyimpan stok cukup banyak," kata Janny Rembet.
Saat zaman Badan Penyanggah Pemasaran Cengkih (BPPC) melakukan pembelian di mana saat ini harga sempat jatuh di kisaran Rp4.000/Kg, banyak petani yang membiarkan areal tanaman cengkih telantar. Hal itu membuat produksi Sulut melorot tajam.
Produksi cengkih Sulut sebelumnya sudah di atas 20 ribu hingga 25 ribu ton per tahun, namun karena banyak tanaman rusak sehingga produksi turun hanya berkisar 10-15 ribu ton