EKBIS.CO, JAKARTA - Seorang diplomat senior Eropa mendesak Indonesia tidak panik dan berlebihan dalam menanggapi defisit yang diderita Indonesia dari hubungan dagangnya dengan Cina. Saran itu terutama menyangkut penerapan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA) pada 2010.
"Perdagangan bukan politik. Itu adalah hubungan antarmasyarakat, jadi jangan salahkan siapa-siapa jika orang Indonesia membeli lebih banyak produk dari Cina," kata Jan Willem Blankert, Penasehat Khusus Uni Eropa untuk hubungan dengan ASEAN, di sela-sela ASEAN - European Union Summit di Jakarta, Kamis.
Menurut diplomat yang telah dua tahun bertugas di Indonesia itu, para pengusaha yang tersisih dalam hubungan perdagangan Indonesia - Cina, cenderung mengadu ke pemerintah dan media. Padahal ia menilai banyak juga pengusaha yang diuntungkan oleh perdagangan dengan Cina itu.
Neraca perdagangan Indonesia dan Cina memang mengalami ketimpangan, sejak 2010 ketika ACFTA mulai diterapkan. Menurut data Badan Pusat Statistik, hingga Maret 2011 nilai ekspor nonmigas Indonesia ke China mencapai 3,6 milliar dolar AS, sementara impor dari Cina mencapai 5,3 milliar dolar AS, sehingga Indonesia mengalami defisit perdagangan 1,7 miliar dolar AS.
Akan tetapi, menurut Blankert, pengusaha Indonesia harus mengingat bahwa nilai ekspor Indonesia ke Cina juga naik jika dibandingkan tahun sebelumnya.
Dibandingkan dengan periode sama tahun lalu, nilai ekspor Indonesia ke Cina memang meningkat 500 juta dollar AS. Tetapi nilai impor dari Cina dalam periode yang sama, meningkat dua kali lipat nilai ekspor Indonesia ke Cina, yakni sekitar 1,1 miliar dollar.
"Memang peningkatannya tidak sebanding dengan jumlah impor dari Cina, tetapi harus diakui jumlah ekspor Indonesia ke Cina telah meningkat dalam tahun-tahun terakhir," tambah Blankert.
Ia juga mengingatkan bahwa Indonesia mengalami surplus dalam perdagangannya dengan Uni Eropa. Hingga Maret 2011, ekspor nonmigas ke UE mencapai 4,97 milliar dolar AS, sementara impornya senilai 2,66 milliar dolar AS. "Tetapi lihat, tidak ada pengusaha Eropa yang mengeluh," katanya.
BPS melansir, hingga Maret 2011, Cina masih menjadi importir produk nonmigas Indonesia yang, diikuti Jepang, Uni Eropa, dan Thailand. Sementara untuk ekspor, Jepang tetap menjadi tujuan ekspor utama Indonesia dengan nilai 1,3 miliar dolar AS hingga Maret 2011, disusul AS, Cina, dan UE.