EKBIS.CO, JAKARTA - Ratusan pilot PT Garuda Indonesia Tbk yang tergabung dalam Asosiasi Pilot Garuda (APG), secara terbuka, menyatakan diri sedang resah. "Keresahan kami karena adanya diskriminasi kesejahteraan antara pilot asing dengan pilot lokal, baik posisi Captain maupun First Officer (FO)," kata Kuasa Hukum APG Said Damanik kepada pers di Jakarta, Selasa (12/7).
Said mengatakan, pilot lokal di BUMN penerbangan ini memperoleh rata-rata penghasilan dan fasilitas pendukung dua kali lebih murah ketimbang pilot asing. Ia menduga hal ini terjadi karena perencanaan Sumberdaya Manusia (SDM) Garuda, khususnya pilot tidak selaras dengan ekspansi perusahaan.
"Garuda gencar menambah pesawat, tetapi kebutuhan pilot tak diantisipasi sehingga mempekerjakan pilot asing," katanya. APG, kata Said, sudah berupaya menyelesaikan persoalan ini dengan meminta pertemuan dengan Direksi Garuda hingga dua kali, tetapi menemui jalan buntu.
"Pertemuan hanya diwakili oleh Direktur Operasi dan jajarannya, bukan Dirut sehingga tidak dihasilkan keputusan strategis," katanya. Oleh karena itu, kata Said, pihaknya menuntut adanya kesetaraan antara pilot lokal di Garuda dan pilot kontrak warga negara asing.
"Kami beri waktu dua minggu sejak hari ini (12/11) untuk menyelesaikan masalah ini dengan manajemen Garuda, jika tidak, kami akan menyiapkan opsi aksi industrial lain seperti mogok kerja," katanya. Ancam keselamatan
Anggota APG Ramonaya, seorang FO didampingi anggota APG lainnya, Ais Sampe Sule mengaku, keresahan tersebut sudah terjadi sejak 2003. "Puncaknya adalah sejak pilot asing gencar dipekerjakan di GA dalam beberapa tahun terakhir," katanya.
Ais memberikan contoh, seorang 'captain pilot' lokal baru penghasilannya di Garuda Rp43 juta per bulan, sedangkan captain pilot asing hampir Rp100 juta atau 10.200 dolar AS. Sedangkan untuk FO asing mendapatkan 7.200 dolar AS atau hampir Rp70 juta jika kurs Rp10 ribu per dolar AS.
"Penghasilan pilot GA memang terkecil di dunia, sebagaimana dilaporkan dalam sidang tahunan asosiasi pilot dunia (IFALPA)," katanya. Jika situasi keresahan ini berlanjut, kata Ramonaya, bukan tidak mungkin hal ini akan mengancam keselamatan penerbangan.
"Bagaimana tidak resah dan mengancam keselamatan jika FO-nya berpenghasilan dua kali lipat dari PIC-nya (pilot in command/captain pilot)," katanya.
FO asing di maskapai swasta lain di Indonesia, tambahnya, justru membayar ke maskapai yang bersangkutan untuk bisa terbang di Indonesia karena umumnya mereka terbang untuk menambah jam terbang.
Jumlah pilot asing di Garuda hingga saat ini sekitar 40-an orang dan pilot lokal 700-an serta WNI kontrak 100-an sehingga total sekitar 850-900 orang pilot.