Rabu 11 Jul 2012 09:50 WIB

Pengusaha Indonesia Masih Takut Berdagang dengan Iran

Rep: ajeng rizki pitakasari / Red: M Irwan Ariefyanto
Rial Iran. Teheran menggunakan rial sebagai transaksi langsung antarnegara untuk menyiasati sanksi AS
Foto: AP
Rial Iran. Teheran menggunakan rial sebagai transaksi langsung antarnegara untuk menyiasati sanksi AS

EKBIS.CO, TEHERAN --

Sanksi Amerika Serikat terhadap Iran yang ditujukan untuk menghentikan program nuklirnya  telah berlaku sejak 28 Juni lalu. Begitu pula embargo minyak dan gas dari Uni Eropa, berlaku penuh pada 1 Juli lalu. Saat ditekan kanan-kiri, Iran kini kian agresif mencari teman. "Iran butuh teman karena mereka juga tetap harus berdagang, karena itu mereka terus ekspansi dan menjalin kerjasama terutama perdagangan dengan negara lain." ujar Duta Besar Republika Indonesia untuk Iran, Dian Wirengjurit, di Kantor KBRI Teheran, Iran, kepada wartawan Republika Online Ajeng Rizki Pitakasari.

Ia menilai kondisi itu sebagai peluang besar bagi Indonesia. Apalagi saat ini, imbuhnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah berpesan dan menugasinya langsung untuk mencari pasar baru dan menjaki Iran. "Selama ini Indonesia hanya mengandalkan pasar tradisional, yakni Amerika Serikat, Eropa, Cina dan Jepang. Tapi ketika krisis, mereka sibuk untuk mempertahankan diri sendiri, sementara Iran sebaliknya, agresif berekspansi," ujarnya.

Perdagangan Indonesia saat ini pun mengalami peningkatan bila dibanding sebelumnya. Pada tahun 2011, volume dagang Indonesia baik komoditi migas dan non-migas mencapai nilai 1,83 milyar dolar AS. Angka itu, menurut dubes, naik bila dibanding setahun sebelumnya yang hanya tercatat 1,3 milyar dolar.

Tapi meski ada peningkatan, nilai perdagangan Indonesia-Iran masih kalah dibanding tetangga sebelah, Malaysia dan Thailand dan juga Singapura. "Perdagangan komoditi non-migas mereka bisa mencapai 2,5 hingga 3 milyar dolar." kata dubes.

Ironisnya, komoditi yang dijual ialah produk khas dan andalan Indonesia, seperti kelapa sawit, kopi dan kakao. Malaysia, kata dubes, mengirim kelapa sawit lebih banyak ketimbang Indonesia. Sementara Thailand, berani berinvestasi lewat pabrik pengalengan ikan di Chabahar. "Kalau anda berkesempatan ke sana, setiap ada menemukan ikan kalengan, maka itu produk Thailand," ungkap Dubes.

Apa yang membuat Indonesia kalah bersaing? "Ini perkara pola pikir" ujarnya. Selama lima bulan betugas di Teheran, ia bolak-balik terbang ke Indonesia untuk meyakinkan pengusaha-pengusaha Indonesia, baik lewat Kadin mengenai potensi besar untuk menjalin perdagangan dengan Iran. "Banyak pengusaha masih takut dan ragu," ujarnya. Padahal, dubes menekankan bahwa sanksi yang diterapkan AS dan Uni Eropa hanyalah untuk komoditi minyak dan gas. "Tidak menyentuh komoditi lain." imbuhnya. "Tapi pengusaha kita sudah takut duluan," ujarnya l

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement