Rabu 01 Aug 2012 22:51 WIB

Bea Nol Impor Kedelai Dinilai Tambah Masalah

Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
   Seorang pekerja menimbang berat kedelai impor asal Amerika di gudang penyimpanan kedelai Koperasi Perajin Tempe tahu Indonesia (KOPTI) Kabupaten Bogor di jalan raya Cilendek, Bogor, Jabar.
Foto: Antara/Arif Firmansyah
Seorang pekerja menimbang berat kedelai impor asal Amerika di gudang penyimpanan kedelai Koperasi Perajin Tempe tahu Indonesia (KOPTI) Kabupaten Bogor di jalan raya Cilendek, Bogor, Jabar.

EKBIS.CO, JAKARTA --- Pengamat ekonomi pertanian Bustanul Arifin mengatakan Kebijakan bea impor kedelai nol persen yang diterapkan pemerintah untuk menanggulangi lonjakan harga kedelai hanya akan menimbulkan masalah baru.

"Bea impor nol agar pabrik tahu dan tukang tahu tidak ribut, tapi apa masalahnya selesai?" kata pengamat ekonomi pertanian Bustanul Arifin di Jakarta, Rabu (1/8), terkait kebijakan pembebasan bea masuk impor kedelai.

Menurut dia, kenaikan harga terjadi karena produksi kedelai lokal yang rendah sehingga seharusnya pemerintah mencari solusi dalam mengupayakan peningkatan produksi dalam negeri. Dengan pembebasan bea impor, menurut dia, akan menyebabkan dua masalah, yakni masalah produksi dalam negeri yang belum terpecahkan dan menghalangi target pemerintah untuk swasembada pangan.

"Ingat kalau rencana swasembada pangan 2014 tidak tercapai, yang ditegur adalah pemerintah terutama presiden," kata Guru Besar Universitas Lampung itu. Dia mengatakan ada falsafah kehidupan yang sangat tinggi dalam sektor pertanian.

"Jika anda ingin memanen, maka anda harus menanam. Bukan kalau anda ingin memanen, anda mengimpor," ujarnya.

Menurut dia, hal itu yang harus dibangun sebagai solusi fundamental.

Sementara pemerintah menetapkan pembebasan bea masuk kedelai yang semula lima persen menjadi nol persen untuk mengatasi lonjakan harga kedelai. Kebijakan itu akan berlaku hingga akhir tahun 2012.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement