Rabu 12 Sep 2012 20:16 WIB

Mungkinkah Libya Terapkan Ekonomi Syariah?

Rep: Friska Yolandha/ Red: Heri Ruslan
 Warga Libya mengacungkan tanda
Foto: Francois Mori/AP
Warga Libya mengacungkan tanda "victory" sambil memegang tasbih di Benghazi,Libya.

EKBIS.CO,   Libya saat ini tengah dalam proses peralihan menuju negara demokrasi melalui pemilihan pada Kongres Nasional 2012. Kongres ini akan menjadi tantangan sekaligus keuntungan bagi industri dan regulasi keuangan Libya di masa depan. Akan tetapi tidak adanya stabilitas politik adn keamanan akan menyulitkan penerapan keuangan syariah di negara tersebut.

Dalam kongres ini akan ditunjung pemerintah sementara dan konstituen untuk merancang konstitusi negara sebagai yang pertama selama beberapa dekade. Kongres akan diikuti oleh sekitar 40 persen orang liberal dan 17 persen islamis. Sebelumnya kaum liberal telah setuju untuk menambah prinsip-prinsip syariah ke dalam konstitusi. Hal ini akan berdampak pada peraturan perundang-undangan perbankan di Libya.

Pengacara SNR Denton Mesir LCC, Sameh Kamal, mengungkapkan sebelum pemberontakan 2011 perekonomian Libya telah lama terisolasi. Pada masa itu tidak ada lagi sistem kelembagaan demokrasi, meskipun inisiatif reformasi yang diambil oleh rezim sebelumnya sangatlah terlambat untuk meliberalisasi perekonomian.

"Sebuah negara dengan cadangan minyak yang besar seharusnya bisa melakukan liberalisasi ekonomi lebih baik," kata Kamal, seperti dilansir laman The Africa Report, Rabu (12/9).

Hingga saat ini ekonomi Libya belum begitu berkembang dan pasar yang ada belum seluruhnya dimanfaatkan. Ada kebutuhan untuk memperkenalkan perbankan dengan aturan yang tepat untuk mempromosikan semua aspek bisnis yang dimiliki Libya, bukan hanya minyak bumi. Produk syariah yang harmonis serta produk konvensional lain dapat berjalan beriringan membangun perekonomian Libya ke depan.

Namun ada beberapa opini berbeda tentang bagaimana perbankan Libya harus bertindak untuk mendorong perekonomian. Beberapa tampaknya mendukung pengembangan perbankan syariah yang isunya akan didukung oleh Gulf Cooperation Council (GCC). Di sisi lain banyak yang berpikir skeptis tentang penerapan perbankan syariah alih-alih konvensional. Ada pula yang melihat kemungkinan kerja sama dengan Barat, sebagai salah satu pendorong pembebasan Libya, untuk merumuskan masa depan keuangan.

Hukum perdata Libya akan menelusuri akar prinsip syariah. Secara perdata hukum ini melarang transaksi yang menyerempet pada spekulasi, perjudian, dan hal-hal buruk lain. Prinsip ini juga menekankan tidak diperbolehkannya riba.

Ada harapan bagi perkembangan bank syariah di Libya. Pemerintah diharapkan lebih berfokus untuk mencairkan ketegangan dan menciptakan stabilitas politik yang berkelanjutan. Undang-undang diperlukan untuk mendamaikan perbankan dan hukum syariah. "Reformasi legislatif harus bergerak perlahan tapi pasti untuk melayani kapasitas pasar," tegas Kamal.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement