EKBIS.CO, JAKARTA -- Bank Indonesia memberi keringanan bagi kelompok bank asing dan campuran untuk memenuhi kewajiban 20 persen kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Kelompok bank tersebut dapat mengganti (substitusi) kredit UMKM dengan kredit ekspor.
“Bank asing dan campuran boleh substitusi ke kredit produktif atau kredit ekspor, “ ujar Direktur Grup Humas dan Perencanaan Strategis BI, Difi A.Johansyah, Rabu (28/11).
Dalam rencana aturan izin berjenjang atau multiple license, bank sentral mewajibkan bank memiliki portofolio kredit UMKM minimum 20 persen dari total kredit. Pemenuhan kredit tersebut akan diberi masa transisi hingga lima tahun. Kredit UMKM minimum 20 persen tersebut akan dihitung bersama kewajiban penyaluran kredit produktif.
Bank sentral membagi empat kelompok bank berdasarkan modal yang masing –masing memiliki porsi kewajiban kredit produktif (kredit investasi dan kredit modal kerja). Bank dengan modal Rp500-1 triliun wajib menyalurkan kredit produktif sebesar 55 persen yang di dalamnya termasuk 20 persen kredit UMKM. Bank dengan modal Rp1-5 triliun, wajib menyalurkan 60 persen kredit produktif termasuk 20 persen kredit UMKM.
Adapun, bank dengan modal Rp5-30 triliun wajib menyalurkan 65 persen kredit produktif termasuk 20 persen kredit UMKM. Sedangkan, bank dengan modal lebih dari Rp30 triliun memiliki kewajiban menyalurkan 70 persen kredit produktif yang di dalamnya termasuk 20 persen kredit UMKM.
Menurut Difi, bank asing dan campuran memiliki kendala dalam memenuhi kewajiban 20 persen kredit UMKM. Selama ini, kelompok bank tersebut tidak memiliki infrastruktur yang memadai untuk menyalurkan kredit UMKM. “Karena tidak punya infrastruktur, jadi kami mewajibkan mereka sesuai expertise (keahlian) mereka, “ ungkapnya.
Bank sentral, ditegaskan, Difi akan tetap mendorong bank asing berkontribusi di perekonomian tanah air. Bank asing terutama yang masih berbentuk Kantor Cabang Bank Asing (KCBA) masih memiliki kewajiban untuk memenuhi 8 persen capital equivalence maintained assets (CEMA). “Mereka tetap harus berkontribusi ke ekonomi tapi secara bertahap, “ ungkapnya.
Dalam pengawasan nantinya, bank sentral akan memprioritaskan pemenuhan kewajiban kredit UMKM sebesar 20 persen dari total kredit bank asing. Namun, jika bank asing tidak mampu memenuhi kewajiban itu, maka kredit ekspornya akan dihitung menggantikan kredit UMKM. “Mereka boleh substitusi tetapi harus menyalurkan ke kredit UMKM dulu, “ ungkap Difi.
Untuk pengaturan bank asing, Ekonom UGM, Tony Prasetiantono menilai BI masih sungkan. Padahal, aturan yang ketat untuk bank asing diyakininya tidak akan membuat investor keluar dari Indonesia. Hal ini karena ruang pertumbuhan perbankan masih luas.