EKBIS.CO, JAKARTA--Pemerintah terus melakukan antisispasi penurunan kinerja ekspor. Menteri perdagangan Gita Wirjawan mengatakan selama ini ekspor Indonesia masih tergantung produk komoditas.
Sementara, penurunan harga komoditas yang terjadi hampir setahun terakhir membuat kinerja ekspor tidak sesuai harapan. Sekitar 65 persen ekspor Indonesia berupa komoditas seperti CPO, karet dan batubara. Pada tahun ini, harga komoditas menurun hingga 30 persen.
“Eksportir kita sudah cukup gigih. Kita hanya menurun 10 miliar dolar. Kedepan, kita harus lebih gigih untuk ekspor nonkomoditas,” ujar Gita, Rabu (28/11).
Ia mengatakan peningkatan ekspor nonkomoditas berarti Indonesia harus fokus peningkatan ekspor barang-barang bernilai tambah. Artinya, tidak masalah jika indonesia mengimpor bahan baku dan bahan penolong yang cukup banyak, namun bisa mendukung kinerja ekspor pada tahun mendatang.
Menurut, dia Indoensia harus lebih berani mengimpor bahan baku, asal defisit neraca pembayaran tidak mencapai tiga persen. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berjalan dengan lebih cepat.
“Neraca pembayaran lebih defisit tapi kalau kurang dari tiga persen,” katanya.
Namun, ia menegaskan kinerja ekspor Indonesia sangat tergantung permintaan di Eropa. Pasalnya, jika permintaan di Eropa masih belum membaik, negara besar seperti Cina dan India akan mengalihkan pasar ke Indonesia.
Dampaknya akan berbuntut panjang karena Indonesia kemungkinan bisa dibanjiri produk impor. Ia mengatakan pemerintah berusaka menahan impor dengan membuat regulasi yang ‘bisa diterima’ oleh masyarakat internasional.
“Kita harus punya prasarana yang memadai untuk mengantisipasi itu,” katanya.
PDB Indonesia, kata Gita sangat menarik untuk dijadikan pasar bagi negara di dunia. Indonesia akan mengambil kebijakan untuk emngantisipasi banjirnya produk impor. Saat ini, kata Gita kapasitas Indonesia masih dibawah dibandingkan dengan negara lainnya.