EKBIS.CO, JAKARTA -- Pemerintah akan kesulitan menarik investasi baru di sektor hulu migas pada 2013. Ini disebabkan adanya masalah ketidakpastian hukum tentang pengelolaan migas di dalam negeri.
“Indonesia seharusnya bisa menarik investor baru dan tidak mempertahankan investor yang ada saat ini. Hal ini harus dilakukan agar produksi migas nasional bisa meningkat,” kata President Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Bumi Indonesia (IPA), Elisabeth Proust di Jakarta, Kamis (6/12). Untuk meningkatkan investasi migas, menurut Elisabeth, membutuhkan investasi yang sangat besar pada beberapa tahun ke depan.
“Dengan kondisi hukum pengelolaan migas, diperkirakan investasi baru sulit tercapai," ujarnya. Saat ini, beberapa aturan yang menjadi kendala meningkatkan investasi seperti perlindungan kontrak, peraturan biaya operasional yang dapat dikembalikan pemerintah (cost recovery), dan perlakuan pajak penghasilan (PPh) di Sektor Hulu Migas.
Investor, lanjut Elisabeth, juga mengalami hambatan dalam berinvestasi karena revisi Undang-Undang Migas No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, birokrasi dan perizinan serta penetapan harga gas dalam negeri. “Pemerintah diharapkan menghormati kontrak yang telah disepakati dan ditandatangani bersama, sehingga meski ada kebijakan atau aturan yang berubah, kontrak tetap berlaku," tuturnya.
Selama ini, banyak terjadi kesalahpahaman bahwa cost recovery menurunkan penerimaan negara. Padahal penerimaan negara yang ditargetkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selama ini merupakan penerimaan bersih, tidak ada pengurangan cost recovery.
Elisabeth menambahkan, cost recovery sudah dipotong sebelum bagi hasil pemerintah dan kontraktor. “Selama ini, cost recovery berguna untuk meningkatkan produksi migas nasional. Bila dibatasi, akan berdampak pada penurunan investasi migas dan berpengaruh terhadap produksi migas nasional,” tandasnya.