EKBIS.CO, YOGYAKARTA -- Gambas atau oyong atau loofah tidak hanya enak untuk dimasak sebagai sayur. Namun serat gambas di tangan Wisnu Sanjaya (41) bisa dibuat menjadi peralatan mandi dan suvenir untuk hotel-hotel berbintang.
Dijelaskan Wisnu, di rumahnya Perumahan Gejawan Indah, Balecatur, Gamping, Sleman, DIY, Kamis (6/12), gambas merupakan tumbuh-tumbuhan merambat dengan bunga berwarna kuning. Buahnya berbentuk silinder yang di dalamnya terdapat jaringan serat yang tebal. Serat tersebut dapat digunakan sebagai spon untuk keperluan mandi dan kebersihan rumah tangga.
Untuk mengambil serat, kata Wisnu, gambas yang sudah kekuning-kuningan dipetik dari pohon. Kemudian dikupas kulitnya hingga tinggal serat dan isinya.
Selanjutnya direndam dalam air dalam beberapa waktu sampai tinggal seratnya. Kemudian diangkat dan dikeringkan akan mendapatkan serat berwarna putih yang siap dibuat kerajinan.
Kerajinan yang telah dihasilkan berupa kain handuk dengan berbagai bentuk ada masih bentuk aslinya bulat, panjang dan bentuk lainnya. Semua itu digunakan untuk membantu membersihkan badan ketika mandi.
"Serat alami gambas memiliki efek pengelupasan kulit lebih lembut, jauh lebih bersih, dan tetap menjaga kelembaban kulit secara alami. Sangat bagus digunakan setelah menggunakan body scrub lulur atau mangir sehingga membuat kulit lebih bersih dan sehat," kata Wisnu.
Selain kain handuk, serat gambas ini juga dibuat sandal dan tas. Sandal gambas ini berfungsi untuk merevitalisasi sel kulit mati di telapak kaki. "Jaringan serat terasa lembut dan hangat menggosok telapak kaki saat dipergunakan. Sandal ini cocok hanya digunakan dalam ruangan," katanya.
Sedang tasnya dibuat kombinasi antara serat gambas dan vinyl. Sehingga menjadi sesuatu untuk mendukung penampilan wanita. Kerjinan lain bisa dibuat miniatur binatang atau kerajinan lain untuk hiasan dinding.
Hasil kerajinan ini, kata Wisnu, tidak dijual di pasaran bebas. Namun masih terbatas untuk mensuplai kebutuhan hotel berbintang lima atau enam, serta ada satu toko di Yogyakarta dan tokonya sendiri di Jakarta.
Dikatakan Wisnu, awal usahanya memang tidak mudah. Sebab dirinya juga belajar memproses gambas mulai dari memetik dari pohon hingga mendapatkan serat yang diinginkan.
"Mulai dari menanam hingga memetik buahnya berkisar 3,5-4 bulan. Paling bagus kalau sudah kekuning-kuningan. Kalau terlalu tua, seratnya nanti hitam," jelasnya.
Pada awalnya, mendapat order banyak tetapi tidak bisa memenuhi karena kesulitan bahan baku. Namun kini dirinya sudah bekerjasama dengan kelompok tani di Wonosari, Gunungkidul dan Kaliurang, Sleman, serta Jawa Timur untuk penyediaan bahan baku.
Untuk mengerjakan kerajinan gambas, Wisnu memiliki dua tenaga kerja yang bekerja di rumahnya. Selain itu, ada juga tujuh ibu rumah tangga di sekitar rumahnya yang dilibatkan. "Mereka mengerjakan kerajinan di waktu senggang. Sedang bahan-bahan dan mesin jahit saya yang menyediakan," katanya.
Untuk upah, setiap potong kain handuk dihargai Rp 600 - 1.000. Wisnu kemudian menjualnya dengan harga Rp 5 - 15 ribu per potong. "Dengan harga segitu kita masih bisa bersaing dengan produk serupa dari Cina," katanya.